Halloween party ideas 2015

Al khusyu-Ilmu sudah banyak kita dapatkan, namun kita belum belajar berdialog dengan apa yang pernah kita baca dan kita dengar. Mari kita belajar dengan jujur dan jawablah dalam diri kita sendiri apa yang kita rasakan.

Misalkan, ketika kita berdiri shalat apa yang kita rasakan, jika kita tidak merasakan apa apa berarti kita gagal dalam menghadap Allah, seharusnya kita mampu merasakan diturunkannya Nur kedalam diri kita, atau apa yang kita rasakan jika kita melakukan pembersihan jiwa dengan berwudhu', jika kita berhasil melakukan wudhu' maka kita akan merasakan dosa dosa kecil kita terhapus jika dosa dosa kecil terhapus maka terbukalah dada maka kita akan merasakan cahaya Allah yang diturunkan sebagaimana dalam ayat: afaman sarahallahu sodrahu lil islam fahuwa 'ala nuril mirrabihi yang artinya apakah sama orang yang dibukakan dalam dadanya untuk menerima cahaya islam maka itu adalah cahaya dari Tuhannya .."

Nah keadaan ini harus sudah kita rasakan, jika cahaya ini masuk tandanya ruh itu berjalan menuju Allah azza wa jalla. Ibnu qoiyyum berkata annal qalba yasiru ilallahi azza wajalla sesungguhnya hati itu dapat berjalan menuju Allah azza wa jalla , akibatnya pengaruh kepada kekhusyu'an akan makin jelas sehingga baru niat berdiri shalat, ruhani kita akan terasa dibawa seperti terbang dengan sangat lembut, seperti balon udara yang lepas dari tarikan gravitasi bumi. Keadaan ini benar benar terasa memasuki wilayah adanya Allah yang sangat dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi kita.


Jika ruhani kita sampai kepada wilayah ini, maka inilah yang disebut dengan Tamakkun yaitu keadaan jiwa yang tidak akan terombang - ambingkan lagi oleh fikiran dan hawa nafsu. Suasannya akan dapat dirasakan, kelembutannya ketenangannya dan keluasan jiwa sehingga suasana batin, sangat mudah untuk menangkap petunjuk wa huwa lathiful khabir yaitu Allah sangat lembut dan memberi khabar kepada hati orang yang beriman berupa ilham yang diturunkan ke dalam dada .

Inilah tujuan kita melakukan sholat yaitu shilatun wa liqaun bainal 'abdi wa robbi . Shilatun adalah sambungnya ruhani kepada Allah. Didalam sholat inilah ada rasa kesambungan ruhani dan perjumpaan antara hamba dan Tuhannya. Suasana ini pernah ditanyakan sahabat kepada Rasulullah, bagaimana pengalaman keadaan orang yang dibukakan dadanya, Nabi menjelaskan jika cahaya itu masuk kedalam hati maka kita akan merasakan adanya tarikan ruhani yang membawa menuju alam abadi dan mampu melepaskan diri dari keterikatan diri dan alam tipuan ( ghurur) .

Jika keadaan ini pernah kita rasakan, maka kita sudah sampai memahami ilmu khusyu'. Jika belum mampu mengalami keadaan ini maka keadaan yang lain adalah dusta.

Mengapa kita gagal melakukan shalat yang khusyu' ?

Allah menjawab dalam Al qur'an, wa min man hadayna wajtabaina, idza tutla alaihim ayaturrahman, kharruu sujjadan wa bukiyya. Dan dari orang yang dibuka dadanya menerima hidayah dan yang Kami pilih. Apabila dibacakan Al qur'an mereka tersungkur lalu bersujud dan menangis (QS. Maryam : 58). Inilah tandanya !! Jika belum dibuka maka hatinya membatu dan mengeras, persis keperti kita dalam melakukan shalat, hanya penat dan capek.

Oleh karena itu mari kita membuka Al qur'an dan apa yang dirasakan. Sebab nasehat yang terbaik adalah Al qur'an. Namun ada juga orang sakit jiwanya yang membolak - balikkan maakna Al qur'an sesuai pikiran dan hawa nafsunya. Ada yang bilang belajar makrifat itu bisa ditempuh hanya 10 menit atau belajar khusyu' cukup satu Jam. Saya berpendapat, pasti yang mengatakan demikian belum pernah membaca Al qur'an dengan benar.

Coba perhatika ayat fadzkuruni adzkurkum. Maka ingatlah Aku ... Jika hanya mengingat Allah saja itu mudah, akan tetapi disini ada ayat lanjutannya adzkurkum, maknanya Allah juga berdzikir kepadamu, nah ayat ini siapa yang bisa menejelaskan dan mengalaminya, bagaimana Allah berdzikir kepada hati kita. Ada juga ayat menjelaskan walakinnallaha Habbaba ilakikumul Iman, akan tetapi Allah lah yang menurunkan Cinta….(QS.Al Hujurat: 7).

Kita tidak bisa mendapatkan rasa ini dengan sekejab, sebab berkaitan dengan ayat fa man kana yarjuu liqa'a Rabbi fal ya'mal amalann salihan, barang siapa yang mengaharap perjumpaan dengan Allah maka kerjakan amalan shaleh (QS. Al Kahfi :110).

Cinta itu tidak mudah untuk dilatih, apalagi mencintai yang maha ghaib, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu melakukan amal shaleh dengan ikhlas, dan hasilnya harus sampai ada tarikan ruhani. Bagaimana caranya ingat Allah, padahal Allah tidak tampak oleh mata, bagaimana mungkin jika tidak memiliki ilmunya tiba tiba bisa dengan sekejab. Itu pasti dari hawa nafsu yang diproses melalui pikirannya sendiri. Wa allahu alam bishawab
(Abu Sangkan)



Al khusyu-  Menurut hasil penelitian ternyata membaca Al-Qur’an sehabis Maghrib dan sesudah Subuh itu dapat meningkatkan kecerdasan otak sampai 80 % , karena di sana ada pergantian dari siang ke malam dan dari malam ke siang hari di samping itu ada tiga aktifitas sekaligus, membaca , melihat dan mendengar.

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya:

·         menyedikitkan makan,
·         membiasakan melaksanakan ibadah salat malam,
·          dan membaca Al-Qur’an sambil melihat kepada mushaf

Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Al-Qur’an.

Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan :




• Fisiologis yang sangat besar
• Penurunan depresi, kesedihan,
• Memperoleh ketenangan jiwa,
• Menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang- orang yang menjadi objek penelitiannya.

Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik.

Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Qur’an terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mndengarkannya.

Mari kita mulai luangkan waktu beberapa menit dari 24 jam di hari kita. Semoga bermanfaat buat kita semua bersama keluarga kita. Semoga kita kelak menjadi penghuni Surga, Aamiin Yaa Rabb.


Al khusyu-IBU FULANAH: Bismillah: Assalamu'alaikum.. Pa ust Abu.. saya mau bertanya.. dulu yang aktif saya pergunakan adalah otak, sehingga semua selalu dipikir.. direncanakan, terburu-buru dan berusaha sempurna dengan orientasi dunia tentunya.. sekarang saya belajar untuk lebih sering melihat dan merasakan hati sebelum melakukan sesuatu (semakin terlihat banyaknya dosa saya selama ini, astagfirulloh..).. hal tsb membuat pikiran saya suka blank dan nerima apa adanya. kadang saya merasa khawatir karena lebih nyantai menjalani kehidupan.. bagaimana caranya supaya antara hati, pikiran, perkataan dan perbuatan bisa singkron dan seimbang di jalan Allah…. Terutama dalam sholat dan menjalani kehidupan dalam menunaikan tugas sebaga hamba Allah dalam beberapa peranan di dunia ini? Mohon penjelasannya.. punten saya masih awam dan pemula dalam pengajaran ini.. terimakasih..

ABU SANGKAN: Wa'alaikum salam, Berfikir didalam Alqur'an sangat ditegaskan untuk difungsikan yaitu dalam perintahNya Afala tatafakkarun, Afala ta'qilun, afala tatadabbarun. Tidakkah engkau fikirkan, tidakkah engkau fungsikan akalmu,tidakkah engkau tadabburi penciptaan alam semesta ini? Dalil inilah yang menjadi dasar pemikiran ibnu Rusyd yaitu;  Allah tidak merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubah nasibnya (QS. Ar Rad :11) .


Sungguh perintah yang sangat tegas bahwa akal dan logika wajib digunakan. Pemikiran ibnu Rusyd yang mengedepankan akal dan logika dalam bekerja dan berusaha dipakai oleh orang Barat, Ibnu Rusyd atau Averroes dikenal oleh kalangan barat karena cara berpikirnya yang mengedepankan dalam berpikir logis.

Sedangkan pemikiran Imam Al Ghazali diambil dari ayat : Wamanyataqillah yaj'alahu makhroja wayarzukhu min haitsu la yahtasib waman yatawakkal 'alallah fahuwa hasbuh (QS. At Thalaq :2-3) . Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar dan Allah memberikan rejeki dari arah yg tidak disangka-sangka,dan barangsiapa yg bertawakal kepada Allah atau pasrah total maka Allah akan mencukupi seluruh keperluannya.

Ayat al Qur'an yang menjadi inspirasi ibnu Rusyd dan al Ghazali seolah-olah bertentangan,yang satu berusaha dengan segala upaya pemikiannya untuk berhasil. Allah tidak merubah suatu kaum sehingga kaum itu merubah nasibnya sendiri. Sedangkan yang satu barangsiapa yang pasrah kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar dan rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

Kedua ayat diatas sepertinya bertentangan ,padahal tidak! Kedua ayat tersebut memiliki dimensi yg berbeda dan cara kerja yg berbeda . Selama anda mempunyai fikiran maka bekerjalah 100 persen menggunakan daya pikir dan runutan ilmu yang benar.

Selama anda mempunyai hati dan iman maka 100 persen engkau gunakan kepercayaan dan keimananmu kepada Allah sebagai tanda taqwa adanya kekuasaan Allah. Tanpa disadari orang-orang barat akhirnya mengakui adanya dimensi ruhani yang lebih tinggi daripada dimensi fikiran, menurut Danah Zohar ini yg disebut Spiritual Quation. Kita harus menggunakan fikirannya 100 persen dalam bekerja dan menggunakan keyakinan kepada Allah 100 persen. Tidak boleh dipisah. Coba mari kita contoh laba-laba ia bekerja membuat jaring-jaring dengan sangat baik dan sempurna,namun setelahnya ia diam hanya menunggu dengan berserah rejeki yang akan datang,mengapa kita tidak mencontoh laba-laba didalam bekerja dan mempraktekkan ibnu Rusyd dan al Ghazali sekaligus dalam hidup kita. Wallahu a'lam bishawab

(Abu Sangkan)



Al khusyu-Saat yang lain sibuk dengan amalan lahiriyahnya, sibukkan dirimu dengan menjaga amalan hati. Dikala mereka bangga dengan prestasi dunianya, tunjukkan prestasimu dihadapan Rabb Penguasa Semesta. Surganya bukan sebab berapa banyak shalat dan puasamu, tapi sejauh mana keikhlasanmu terpelihara.


Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau lalu bersabda:

يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”

Tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kalangan sahabat Anshar, jenggotnya masih meneteskan bekas air wudhu, sedang tangan kirinya memegang kedua sandalnya.

Keesokan harinya, saat kami sedang duduk-duduk bersama bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau kembali bersabda:

يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Tak berapa lama kemudian, laki-laki Anshar yang sama kembali muncul di hadapan kami.

Keesokan harinya, saat kami sedang duduk-duduk bersama bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau kembali bersabda:

يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”
Tak berapa lama kemudian, laki-laki Anshar yang sama kembali muncul di hadapan kami.
dari kalangan sahabat Anshar, jenggotnya masih meneteskan bekas air wudhu, sedang tangan kirinya memegang kedua sandalnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kemudian berdiri dan kami pun bubar. Pada saat itulah Abdullah bin Amru bin Ash mengikuti laki-laki Anshar yang tiga kali muncul di hadapan kami setelah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.

“Saya sedang terlibat cek-cok dengan ayah saya. Saya telah bersumpah tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika Anda berkenan, saya ingin menginap di rumah Anda selama tiga hari ini.” Kata Abdullah bin Amru, mencari-cari alasan untuk bisa menginap di rumah sahabat Anshar tersebut.

“Ya, silahkan.” Jawab sahabat Anshar tersebut.

Anas bin Malik berkata: “Abdullah bin Amru bin Ash telah menceritakan bahwa ia telah menginap di rumah sahabat Anshar tersebut selama tiga malam. Selama itu, Abdullah bin Amru tidak pernah melihatnya sedikit pun melakukan shalat malam. Jika ia terbangun di waktu malam, ia hanya membolak-balikkan badannya di atas ranjangnya, berdzikir dan bertakbir, kemudian tidur kembali. Ia baru bangun kembali jika waktunya melaksanakan shalat Subuh.”

Abdullah bin Amru berkata, Hanya saja aku tidak pernah berbicara kecuali hal-hal yang baik. Tiga malam telah berlalu dan aku hampir saja menganggap remeh amal perbuatannya. Maka aku pun menceritakan kepadanya tujuanku.

“Wahai Abdullah (hamba Allah), sebenarnya antara aku dan bapakku tidak ada kemarahan, juga tidak ada hal yang mengharuskanku meninggalkannya. Namun aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda sebanyak tiga kali tentang dirimu:

يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Saat ini akan muncul kepada kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni surga.”

Maka engkau muncul sebanyak tiga kali. Oleh karena itu aku ingin tidur di rumahmu agar aku bisa melihat amal perbuatanmu, sehingga aku bisa meneladaninya. Namun aku tidak melihatmu melakukan banyak amal kebajikan. Jika begitu, amalan apa yang menyampaikanmu kepada kedudukan yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam tersebut?”

Laki-laki Anshar itu menjawab, “Amal kebaikanku hanyalah amal yang telah engkau lihat. Hanya itu amalku.”

Abdullah bin Amru berkata: “Ketika aku hendak berjalan pulang, tiba-tiba laki-laki Anshar itu memanggilku kembali dan berkata:

مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ

“Amalku hanyalah amal yang telah engkau lihat. Namun di dalam jiwaku sama sekali tidak pernah terbetik rasa ghisy (tidak tulus) terhadap seorang muslim pun, dan aku juga tidak pernah iri kepada seorang pun atas sebuah nikmat yang Allah karuniakan kepadanya.”

Mendengar penuturan tersebut, Abdullah bin Amru berkataku:
هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

“Inilah sebenarnya amalan yang telah mengantarkanmu kepada kedudukan tersebut. Dan justru inilah amalan yang kami belum sanggup melakukannya.”

(HR. Ahmad no. 12697, Abdur Razzaq no. 20559, Al-Bazzar no. 1981, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 6605, Al-Baghawi no. 3535 dan An-Nasai dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 863. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Sanadnya shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim)

Justru saya salut kepada para sahabat nabi seperti sayidina umar , sayidina abu bakar, abdullah bin amr dan yang lainnya, yang mereka ini rajin tahajjud dan membaca Al qur'an serta ibadah yang lain, mengapa ?

Walaupun setingkat Abdullah bin Amru bin Ash, merasa dirinya tidak baik dan mengatakan aku harus mengikuti jalannya sahabat Anshar tentang keikhlasannya dalam beribadah. Inilah kerendahan hatinya yang mengakui kehebatan ibadah orang lain yang walaupun tidak pernah tahujud sekalipun, ia melihatnya dengan kejernihan hatinya ia merasa dirinya tidak pernah sempurna karena ia selalu salah dalam hidupnya, inilah yang disebut khusyu' ,takut kepada Allah.

Orang yang takut kepada Allah akan selalu melihat keadaan dirinya selalu salah , sehingga setiap saat ia selalu istigfar. Kasus sahabat anshar yang tidak pernah sholat malam tetapi ia masuk surga, merupakan kaidah bahasa yang memerlukan kefahaman tinggi tentang uslub peristiwa ini.

Kita memilih dan mengikuti yang mana? Malam tanpa tahajud atau tahajud? Saya memilih tahajud sebagaimana Rasulullah dan sahabat yang tahajud,ketika 'Amr bin ash mengakui ibadah orang lain lebih baik sedangkan dirinya merasakan  tidak baik maka sesungguhnya 'Amr bin ash lah orang yang terbaik. (Abu Sangkan)



Al khusyu- Oleh Enha

Mengapa tidak di Mina?
Mengapa tidak di Muzdalifah?
Mengapa tidak di depan Ka'bah?

Ini bukan sekedar persoalan tanah lapang untuk menghimpun jutaan orang. Ini falsafah agung mengenai kesadaran.

Wuquf itu berhenti sejenak; Ia sebuah jeda dalam rangkaian empat bulan yang dimuliakan (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab)

Arafah itu tempat mengenal untuk menjemput kesadaran diri. Wuquf di Arafah itu sebuah ikhtiyar memaknai jeda dalam kehidupan agar dapat menjemput ma'rifah. Ma'rifat adalah maqam tertinggi dalam perjalanan mengenal Tuhan.

Karena itu wuquf mensyaratkan sikap i'tirâf. I'tirâf adalah sebuah pengakuan akan kesalahan-kesalahan, pembangkangan atas perintah, pengkhianatan atas peran kehambaan dan kekhalifahan, pemakluman atas kejumawaan, pelanggaran atas spirit kemanusiaan.


Arafah menghimpun jutaan orang. Itu artinya ada jutaan keragaman yang harus dikenali. Pemahaman akan perbedaan harus dimulai dari ta'arruf. Ta'arruf adalah ikhtiyar saling mengenali, bukan kesombongan minta dikenal. Ta'arruf adalah mutualisme peran yang saling aktif memperkenalkan agar tidak ada klaim yang memunculkan ego merasa paling benar.

Proses wuquf di Arafah itu merupakan suluk (perjalanan mencari) paling sublim dalam mengenal Tuhan. Sebuah ibadah personal di tengah-tengah perkumpulan manusia sejagat. Suluk ini disebut proses 'irfâni. 'Irfân adalah puncak pengetahuan, di mana peran manusia sepenuhnya tunduk dalam kemahakuasaan Tuhan. Dia yang memilih siapa hamba yang diizinkan menerima "wahyu" kesadaran. Bahkan Musa 'alaihissalam harus menjalani pembelajaran kepada hamba yang saleh  yang terlebih dahulu diberikan 'irfân; dialah Khidir yang disembunyikan.

Seseorang yang berhasil menjemput kesadaran di Arafah disebut al-'Arif billâh; ia telah mengenal Tuhan. Al-'Arif billâh adalah maqam paling tinggi dalam tasawwuf, yaitu orang yang sudah ma'rifat. Cirinya, ia merasakan dua sifat utama; keberanian dan ketenangan. lâ khaifun 'alaijom wa lâ hum yahzanûn.

Perilaku al-'Arif billâh itu diliputi samudera kebajikan, penuh ketulusan dalam melayani kehidupan, tanpa pamrih dalam beramal, sarat dengan karya kebermanfaa'tan. Agama menyebut perilaku ini dengan ma'rûf; sebuah perilaku yang pantas dan mudah dikenali. Lisannya bertutur santun, karyanya menabur kemaslahatan, akhir hidupnya selalu dikenang.

Arafah itu sebuah proses i'tirâf yang berta'arruf dalam medium 'irfân yang mengantarkannya pada maqam al'Ârif billâh yang menghasilkan perilaku ma'rûf dalam kehidupan yang dijalaninya.

Tapi, selesaikah proses itu hingga di sini? Sama sekali belum. Berwuquf itu seperti berislam. Ia belum selesai hanya dengan menyempurnakan rukun Islam. Berislam itu sikap hidup penuh keberserahan, kelembutan, kedamaian dan keselamatan yang harus dipelihara hingga kematian datang menjelang.

Pelakunya disebut Muslim. Artinya orang yang beragama Islam juga dapat dimaknai pelaku kedamaian. Huruf sin, lam, mim (salima) sebuah akar kata yang membentuk kata salâm (damai), islam (kedamaian), istislâm (pembawa kedamaian), dan taslîm (ketundukan, kepasrahan, dan ketenangan). Salâm adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian lebih umum. Islâm adalah kedamaian dan kepasrahan dalam pengertian yang lebih khusus, memiliki seperangkat konsepsi nilai dan norma. Istislâm adalah seruan kedamaian dan kepasrahan yang lebih cepat, tegas, rigid dan sempurna.

Seharusnya seorang Muslim (orang yang beragama islam) itu mengedepankan kedamaian, ketundukan, kepasrahan dan pada akhirnya merasakan ketenangan lahir dan batin.

Tentu menjadi kontradiktif jika panji-panji Islam dibawa-bawa untuk sesuatu yang menyebabkan lahirnya kekacauan, kebencian dan ketidaknyamanan. Apalagi jika atas nama Islam digunakan untuk melayangkan nyawa-nyawa orang yang tak berdosa, sangat tidak sepadan dengan kata Islam tu sendiri.

Saya kira kita harus lebih memaknai Islam dalam sifatnya yang inklusif-substantif, sehingga seruan kedamaian yang kerap kita suarakan akan lebih mudah kita wujudkan. Dan insyâ Allah semua gagasan luhur ini sudah dimulai oleh kita yang merindukan kedamaian, baik yang sedang berhaji ataupun tidak. Terutama untuk saudaraku yang sebentar lagi berwuquf di Arafah oleh karena seusai wuquf perilaku ma'rûf akan menginisiasi lingkungan mereka untuk berlomba-lomba dalam kebajikan.

Fastabiqul khairât. "Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2: 148). (Republika)



Diberdayakan oleh Blogger.