Tidak sedikit orang berkata,
saya seorang spiritualis, tetapi bukan seorang religius. Ungkapan ini mungkin
ada benarnya. Namun, yang tidak bisa dipahami adalah ketika SQ beredar di
Indonesia dan menjadi semacam training-training. Sesungguhnya mereka tengah
dilanda kebingungan untuk membedakan antara mana yang disebut emotional
intelligence dan mana yang disebut spiritual intelligence. Ditengah
kebingungannya itu lalu mereka mengambil jalan pintas dengan menggabungkan
keduanya tanpa ada batasan yang jelas.
Terkadang, Ilmuwan memahami sesuatu yang mistis dikaitkan dengan perubahan kimiawi dalam otak seseorang atau reaksi listrik terhadap temporal lobes (Lobus Temporal yaitu bagian otak yang berada tepat di bawah pelipis). Bahwa seseorang yang terkena penyakit skizophrenia disamakan dengan orang yang sedang mendapatkan pengalaman mistis bagi pejalan spiritual. Nabi Muhammad mengalami pengalaman mistis yaitu ketika mendapatkan wahyu di Ji’rana. Tubuhnya menggigil dan berkeringat, terdengar suara orokan seperti sedang tidur mendengkur agak keras. Bagi ilmuwan, pengalaman Nabi ini hanya dilihat dari aspek luar saja, bukan dari mana asal peristiwa tersebut. Sehingga, setiap yang berkaitan dengan getaran tubuh pastilah dikaitkan dengan pusat syaraf yang bergerak, sehingga menimbulkan guncangan kepada seluruh tubuh. Hal ini sulit dibedakan antara orang yang sedang mengalami depresi atau mengalami kerusakan pada otak, reaksi serangan penyakit epilepsi, virus maningitis dengan pengalaman spiritual.
Maka, tampak pendangkalan disana sini,
bahkan terkesan sangat dipaksakan. Gejala pendangkalan semacam ini,
sesungguhnya telah lama mengusik perhatian sebagian ulama, kiyai-kiyai dan
spiritualis sufi di Indonesia.
Kita begitu gandrung dengan
istilah kecerdasan spiritual (SQ). Sehingga training SDM pun bermunculan untuk
membentuk kecerdasan spiritual dengan berbagai metode. Menjadi seorang
spiritualis kini bisa ditempuh dengan mudahnya. Apalagi setelah hasil riset
otak berhasil menemukan titik tuhan (God Spot), sehingga ketenangan jiwa bisa
direkayasa melalui musik alphamatik atau zat kimia, seperti endorpin, dopamin
dan serotonin. Padahal kaum sufi menempuh jalan spiritual begitu panjang dan berliku
dengan beruzlah, ber’itikaf dan berzikir.
Karya Ustad Abu Sangkan ini,
dengan gamblang dan jelas, tanpa bikin jidat mengkerut, membongkar
kekeliruan kita dalam memahami spiritualitas agar tak terjebak dari berbagai
berhala spiritual. Beliau membedah tuntas tentang apa dan bagaimana
berspiritual. Intinya beliau ingin menjelaskan duduk perkara dengan
sejernih-jernihnya tentang kerancuan spiritual antara God-spot, Sufi-Spot dan
Mad-Spot.
Terkadang, Ilmuwan memahami sesuatu yang mistis dikaitkan dengan perubahan kimiawi dalam otak seseorang atau reaksi listrik terhadap temporal lobes (Lobus Temporal yaitu bagian otak yang berada tepat di bawah pelipis). Bahwa seseorang yang terkena penyakit skizophrenia disamakan dengan orang yang sedang mendapatkan pengalaman mistis bagi pejalan spiritual. Nabi Muhammad mengalami pengalaman mistis yaitu ketika mendapatkan wahyu di Ji’rana. Tubuhnya menggigil dan berkeringat, terdengar suara orokan seperti sedang tidur mendengkur agak keras. Bagi ilmuwan, pengalaman Nabi ini hanya dilihat dari aspek luar saja, bukan dari mana asal peristiwa tersebut. Sehingga, setiap yang berkaitan dengan getaran tubuh pastilah dikaitkan dengan pusat syaraf yang bergerak, sehingga menimbulkan guncangan kepada seluruh tubuh. Hal ini sulit dibedakan antara orang yang sedang mengalami depresi atau mengalami kerusakan pada otak, reaksi serangan penyakit epilepsi, virus maningitis dengan pengalaman spiritual.
Sebagai orang Islam, sebaiknya
kita tidak terkecoh dengan hasil temuan dari penelitian para neurolog spiritual
diatas. Mereka menemukan pengalaman spiritual yang banyak dialami meditator
atau spiritualis yang memiliki persepsi sendiri. Tentu saja, hal ini tidak bisa
dibandingkan dengan apa yang dialami para nabi dan rasul yang mengalami
pengalaman spiritual yang sangat tinggi. Pengalaman spiritual para nabi tak
dapat dibandingkan dengan para penyembah berhala, atau penyembah Tuhan yang
masih bisa dipersepsikan , karena sama sekali berbeda dengan konsep ketuhanan
Islam yang utuh; ketuhanan murni yang tidak bisa dipersepsikan oleh pikiran
atau apapun; inilah tauhid.
Buku bisa di dapatkan di: Shalat
Center Pusat
Jln Kemang Sari IV No 5 Jatibening
Baru Pondok Gede Bekasi
Telp 021-849 78843 / 021-849
78836
mantaps berapanih harga bukunya, apa sudah termasuk ongkos kirim?
BalasHapus