Manusia
senang menyombongkan derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan primata lain
dan seluruh makhluk hidup karena korteks serebrum menusia sangat maju. Meski
demikian, dengan mengamati fungsi otak secara keseluruhan, tidak tepat jika
kita menyematkan penilaian berlebihan ini hanya pada korteks serebrum.
Sebanyak apa pun kita ingin menggunakannya, tidak banyak yang dapat kita raih
dengan korteks serebrum saja, dan kebahagiaan hidup akan semakin merosot.
Jika
berbicara tentang perbedaan fungsi-fungsi otak, manusia lebih suka mengarahkan
perhatian pada korteks serebrum yang dimilikinya. Akan tetapi, tingkat
kecerdasan manusia yang tinggi, serta derajatnya sebagai “hewan yang berpikir”,
membuatnya hanya memanfaatkan maksimal 5% dari keseluruhan fungsi. Sisanya yang
95% berkutat pada inti pemuasan kebutuhan-kebutuhan naluriah: “Apa yang harus
saya makan?” – “Bagaimana cara saya menarik perhatiannya?” – “Bagaimana cara
saya memenangi persaingan?” Dari sanalah terlihat watak asli manusia.
Perilaku
reptilian secara khusus dikendalikan oleh otak purba. Jika memandang sesuatu
sebagai mangsa, mereka akan menyerangnya. Jika seekor pejantan melihat seekor betina dari
spesiesnya, mereka mulai berpasangan. Hal ini umumnya terjadi hampir dalam
refleks bersyarat. Bentuk otak seperti ini juga ada pada manusia.
Otak mamalia
sudah lebih maju. Mamalia memiliki otak khas hewan yang disebut “sistem
limbik”. Dengan mengamati dunia anjing dan kucing dengan saksama, kita dapat
mengenali bahwa seperti mengikuti sang
majikan, kembali ke kandang, atau bereaksi saat dipanggil. Manusia dan
hewan sangat jauh berbeda, dan tidak diragukan lagi ini berkat korteks serebrum
yang menjadikan manusia sebagai manusia. Akan tetapi, ketika kita mengamati
fungsi otak dan kebutuhan-kebutuhan manusia umumnya, kita akan mudah keliru
apabila tidak memperhitungkan otak reptile atau sistem limbik.
Dari sana
muncul pertanyaan. Kebutuhan-kebutuhan apa yang sesungguhnya memotivasi
manusia? Apakah ia makhluk yang tidak begitu bisa dibedakan dengan hewan, jika
menyangkut pengejaran nafsu? Atau, haruskah manusia malu akan
“kebutuhan-kebutuhan reptilia”-nya? Dalam teori lima tingkat kebutuhannya,
Maslow telah menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dasar manusia.
Berdasarkan teori ini, berikut akan kita uraikan kebutuhan tersebut secara
lebih mendalam. Maslow membagi keseluruhan kebutuhan ini dalam lima kategori
(piramida kebutuhan Maslow) :
1.Kelima
kategori kebutuhan ini memang seperti piramida, kita beranjak dari satu tingkat
yang rendah menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Pada piramida ini, kebutuhan
dasar jasmani berada di posisi pertama dan terendah. Pada urutan pertama
terdapat kegiatan bernapas, kehangatan, minum, makan, tidur, dan seks, yang
biasanya muncul sebagai naluri, dorongan, atau ambisi. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut harus dipuaskan untuk bertahan hidup. Titik asal dorongan ini adalah
otak reptilia.
2.Ketika
kebutuhan-kebutuhan dasar fisik ini dipenuhi, berikutnya muncul tuntutan akan
keamanan. Ketika perut kosong kita mencari sesuatu yang bisa dimakan, tanpa
menghiraukan rasa malu atau perbuatan
yang memalukan, dan agak tidak peduli bahaya. Namun, begitu tujuan tersebut
tercapai, secara bertahap kita mulai memikirkan keamanan diri sendiri.
3.Ketika
jenis kebutuhan pertama dan kedua sudah dipuaskan, tingkat selanjutnya adalah
hubungan sosial. Tahap ini melibatkan kebutuhan individu untuk hidup sebagai
anggota suatu kelompok, yang dapat digambarkan sebagai tuntutan untuk hidup
bermasyarakat. Cinta termasuk ke dalam kategori ini karena cinta memerlukan
objek dan berlandaskan hubungan sosial.
Sekarang,
telah tercapai tiga kebutuhan: lambung yang kosong telah terisi, keamanan telah
terjamin, dan sebagai anggota bermasyarakat kita telah diterima sebagai
anggota kelompok. Namun demikian, menurut Maslow, manusia yang telah meraih
ketiga tingkat kebutuhan awal itu belumlah puas. Kebutuhan selanjutnya adalah
pengakuan sosial dan aktualisasi diri.
4.Kebutuhan ini adalah tentang pengakuan dari orang lain, yang juga
berkaitan dengan harga diri. Di dalamnya termasuk, antara lain, kepercayaan
diri bahwa lebih hebat daripada orang lain, keyakinan yang kuat terhadap
kemampuan diri sendiri, hasil nyata kinerja diri, dan penegasan kemandirian. Di
baliknya tersimpan hasrat untuk membuat diri bangga lewat hal-hal tersebut, dan
harapan bahwa prestasi ini diakui orang lain.
Bukti
pengakuan khalayak berupa medali, gelar, kemasyhuran, dan julukan, adalah
perwujudan hasrat ini. Akan tetapi, manusia belum puas dengan bentuk pengakuan
sosial seperti itu; di samping dia juga ingin mewujudkan harapan untuk
mendapatkan penghargaan sesungguhnya dari orang lain.
5.Ketika manusia sudah mencapai titik ini, sebenarnya dia telah agak
maju, meski belum sampai pada tujuan. Di sinilah kebutuhan kelima dan terakhir,
yakni aktualisasi diri, berperan. Manusia, yang telah mencapai tingkat keempat,
seperti kata Maslow, “berkeinginan memanfaatkan sepenuhnya peluang untuk
mencapai tingkat eksistensi tertinggi.” Maslow menyebut hal itu sebagai
kebutuhan akan aktualisasi diri atau transenden, sebuah kondisi mental, yang
membimbing menuju ranah ketuhanan.
Ranah ini
telah diungkapkan dengan baik oleh Konfusius dalam kutipannya yang terkenal,
“pada usia tujuh puluh, aku mengikuti kata hati tanpa menyalahi aturan.”
Artinya, batas antara orang lain dan diri sendiri menghilang dan kita langsung
mengikuti kata hati dalam berbuat. Jika kita kaji perbuatan sendiri, kita
menyadari bahwa hal itu terjadi demi kebaikan seluruh manusia dan seluruh
dunia.
Menurut
Maslow, kelima tingkatan piramida kebutuhan ini telah meliputi
kebutuhan-kebutuhan esensial manusia. Menurut teori Maslow, tuntutan
selanjutnya selalu mengemuka begitu tuntutan sebelumnya terpuaskan sampai
derajat tertentu: Ketika kebutuhan pertama terpenuhi, muncullah kebutuhan
kedua; ketika kebutuhan kedua terpenuhi, muncullah kebutuhan ketiga, dan
seterusnya. Mungkin Anda tertarik untuk sesekali memikirkan: sekarang, Anda
berada pada tingkatan mana di piramida Maslow.
Maslow
menyusun teori terkenalnya lebih dari lima puluh tahun lalu. Saya menanggapi
pentingnya tesis Maslow di sini karena baru-baru ini telah terbukti bahwa
fungsi otak dan kebutuhan bersesuaian secara menakjubkan. Saat Maslow
mengembangkan teorinya, fungsi-fungsi otak belum terjelajahi secara luas.
Berdasarkan tingkat pengetahuan dewasa ini, teori Maslow dianggap sangat
memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dari sisi fisiologi
otak.
Jika
pengetahuan ini memang akan diterapkan pada manusia normal, kita tidak harus
menunggu sampai semua mencapai tingkat kebutuhan kelima. Tidak banyak orang
yang meraih tujuan aktualisasi diri, sementara hampir semua berhasil sampai
pada tingkatan ketiga – kebutuhan akan kelompok dan cinta. Namun, kebanyakan
orang bertahan di tingkat ini atau tingkat berikutnya: perjuangan demi pengakuan.
Hal penting
apa yang diajarkan hormon kebahagian kepada kita tentang fungsi otak? Secara
tersirat, hormon ini menuntut manusia untuk mencapai tingkatan kelima serta
berupaya meraih tujuan aktualisasi diri. Bagi mereka yag ingin menggunakan
otaknya secara cerdas dan menyeluruh, ikuti penjelasan nya di edisi depan. Dr.Shigeo Haruyama, Spesialis Bedah Saluran
Pencernaan

Posting Komentar