Al khusyu- Setiap manusia memiliki hati dan perasaan, baik rasa marah,
rasa benci, rasa memiliki, rasa rindu, rasa cinta maupun rasa percaya (iman)
dan rasa mengingkari (kufur) keberadaan Allah. Kalau kita menyadari, setiap apa
yang kita lakukan dan kita ucapkan muncul dari sebuah perasaan. Dan dari
perasaan (afeksi) inilah muncul sebuah tindakan (konasi). Namun selama ini hal
yang menyangkut perasaan (hati) masih disangkut pautkan hanya pada persoalan
agama dan Tuhan. Padahal segala bentuk tindakan pasti berasal dari apa yang
dirasakan, apakah peasaan baik maupun perasaan buruk.
Ditegaskan oleh ahli agama, terutama yang memperhatikan
masalah akhlak kepada Allah, berpendapat bahwa hati manusia merupakan kunci
pokok pembahasan menuju pengetahuan tentang Allah (makrifatullah). Hati juga
berperan sebagai pintu dan sarana Allah memperkenalkan kesempurnaann diri-Nya.
Sebagaimana sabda Nabi mengatakan:
Tidak dapat memuat zat-Ku bumi dan langit-Ku, kecuali ‘hati’
hamba-Ku yang mukmin lunak dan tenang. (HR. Abu Dawud)
Hadist ini menyiratkan bahwa, pengetahuan tentang Allah
tidak bisa sekedar difahami oleh pikiran dan pengetahuan yang berasal dari
respons indrawi, akan tetapi hanya bisa dirasakan dan difahami oleh hatinya.
Karena indrawi hanya bisa menangkap sesuatu yang terbatas. Baik penglihatan,
pendengaran dan penciuman, hanya mampu ditangkap oleh indria dengan ukuran
tertentu. Selebihnya dari ukuran tersebut tidak akan tertangkap. Sebaliknya
hati mampu menangkap sesutu yang tersembunyi dibalik materi, seperti perasaan
senang, rasa indah terhadap sebuah benda (art), rasa cinta terhadap sesama
maupun kepada Tuhan. Sehingga Allah memberikan isyarat akan hal ini dalam
Firmannya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak
dipergunakan untuk memahami dan mereka mempunuai mata tetapi tidak dipergunakan
untuk melhat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakan untuk mendengar,
mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raaf [7]:179).
Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya
hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang di telinganya untuk
di dengarkan? Sebenarnya yang buta bukan mata melainkan ‘hati’ yang ada dalam
dada. (QS. Al Hajj [22]:46).
Demikian juga rasa iman, tidaklah dikatakan orang beriman
jika hanya sampai kepada pemahaman pengetahuan membaca kitab secara tertulis
sebagaimana ahli kitab yang terdahulu yang telah tercabut rasa imannya. Kenyataan
ini pernah terjadi pengakuan orang Arab Badui yang mendatangi Rasulullah, bahwa
dirinya telah beriman kepada Allah. Namun pengakuan orang Badui tersebut
dibantah oleh Allah yang disampaikan melalui Rasulullah.
Orang-orang Arab badui itu berkata: Kami telah beriman.
Katakan (kepada mereka) kamu belum beriman, tetapi kami telah tunduk, karena
iman itu belum masuk ke dalam hatimu (QS, Al Hujurat,49:14)
Dan Iman itu sesungguhhnya diturunkan oleh secara langsung
dan dapat difahami dan dirasakan oleh yang menerimanya.
….tetapi Allah-lah yang menjadikan kamu cinta kepada
keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci
keada kekafiran dan kedurhakaan. Mereka itulah yang orang-orang yang mengikuti
jalan yang lurus. Sebagaimana karunia dan nikmat dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi bijaksana. (QS. Al Hujuraat [49]:7-8).
Penggunaan istilah hati dalam Al Qur’an menandakan
pentingnya hati sebagai tempat yang diperhatikan oleh Allah Swt. karena tempat
perasaan baik maupun buruk.
Al Qur’an menggunakan istilah Qalb (hati) dan menyebutnya
sebanyak 132 kali. Makna dasar kata qalb ialah membalik, kembali, pergi maju
mundur, berubah, naik turun. Diambil dari latar belakangnya, hati mempunyai
sifat yang selalu berubah. Sebab hati adalah tempat dari kebaikan dan
kejahatan, kebenaran dan kesalahan. Hati adalah tempat dimana Tuhan
mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam
hati, dan wahyu maupun ilham diturunkan ke dalam hati para nabi maupun
wali-Nya. Allah berfirman :
…ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membuat batasan antara
manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-nyalah kamu sekalian akan
dikumpulkan (QS. Al Anfal [8]:24).
….maka Jibril telah menurunkannya (Al qur’an) kedalam hati
nuranimu dengan izin Allah, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi peunjuk dan
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman (QS. ,Al baqarah [2]:97).
Hati adalah pusat pandangan, pemahaman dan ingatan (dzikir).
Penegasan pengertian tersebut jelas sekali difirmankan Allah dalam Al Qur’an :
Apakah mereka tidak pernah bepergian dimuka bumi ini supaya
hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang ditelinganya untuk
didengarkan? Sebenarnya yang buta bukan mata, melainkan hati yang ada didalam
dada (QS. Al Hajj [22]:46).
Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah kami
alpakan dari mengingat Kami (zikir), orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya
saja,dan keadaan rang itu sudah keterlaluan (QS. Al Kahfi [18]:28).
Memang hati mereka telah kami tutup hingga mereka tidak
dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah tersumbat…. ( QS. Al
Kahfi [18]:57).
Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Al Qur’an? atau
adakah hati mereka yang terkunci? (QS. Muhammad [47]:24).
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak
dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi,mereka itulah orang-orang yang lalai.
(QS. Al A’raaf,7:179).
Iman tumbuh dan bersemayam di dalam hati. dan didalam hati
pula tumbuhnya kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang
lurus. Oleh sebab itu Allah tetap menegaskan, bahwa perilaku ibadah seseorang
tidak bisa hanya dilihat dari sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan
tetapi harus sampai kepada pusat iman, yaitu hati. Karena sering dan banyaknya
ibadah yang kita lakukan, kerap kali kita bahkan peribadatan selalu menuntut
pemurnian hati (keikhlasan). Padahal kemurnian hati inilah yang akan
menghasilkan sesuatu yang haq, serta memberi dampak kepada iman seseorang
secara langsung.
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri dan diakui oleh Al
qur’an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut. Sehingga terdorong
ingin meluapkan kegembiraan dan kerinduannya seraya bersujud dan menangis. Hal
ini disebabkan adanya kesadaran jiwa yang mampu menembus sinar ilahy yang
selalu memancar kepada jiwa yang mau mendekat kepada Allah. Dengan hatilah
seorang mukmin mampu menangkap petunjuk yang diturunkan oleh Allah Swt. Dan
dengan hati pula Allah menurunkan kesesatan seseorang yang mengingkari Allah.
Allah menilai segala perbuatan manusia ditentukan oleh niat
yang ada dalam hati. Rasulullah menuntun kita untuk bekerja dengan hati. Karena
Allah hanya mau menerima segala perbuatan yang diniatkan dengan
sungguh-sungguh, dan menolak perbuatan orang-orang yang hatinya munafiq.
Seperti diungkapkan dalam Al Qur’an : Innal munafiqiini yukhadi’uunallah,wa hua yakhidi’uhum …..
(QS An Nisaa’ [4]:142)
Abu Sangkan
Posting Komentar