Al khusyu- Kejadian ini berlangsung di tahun 2007, siang itu sekitar 1000-an
orang yang hadir di Graha Wisuda Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga
terhening sejenak. Sang pembicara di atas podium tengah berusaha menahan haru
sembari mengusap air matanya. Di atas podium Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin,
M.Sc, tengah membacakan ucapan terima kasih kepada guru-gurunya pada saat
acara orasi ilmiah dalam rangka pengukuhannya sebagai guru besar di IPB. Satu
persatu guru yang sangat berjasa mulai dari guru TK, SD/SR-nya, SMP sampai
perguruan tinggi, guru di pesantrennya hingga seniornya para tokoh / ulama
terkenal bahkan supir pribadinya pun tak ketinggalan disebutkan.
Dari ekonomi syariah beliau mendapat pelajaran bahwa ilmu itu tidak boleh bebas nilai. Mengapa ekonomi sekarang menciptakan jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin? Karena sistem perekonomian yang dianut sekarang adalah sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme. Suatu sistem ekonomi yang hanya melihat keuntungan semata. Segala sesuatu diuangkan dengan paradigma modal yang sekecil-kecilnya harus mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Menurutnya, ilmu modern termasuk ilmu ekonomi yang dipandang bebas nilai telah melahirkan egoisme dan kesombongan.
Siapa tak kenal K.H Didin, yang tawadhu santun dan cepat akrab
ini? Suami dari Ibu Nining Suningsih ini, dikenal sebagai ulama yang aktif
menyerukan zakat, ekonomi syariah maupun perbankan syariah. Dan
sekarang menjabat sebagai Ketua Umum BAZNAS sejak 2004.
Dari ekonomi syariah beliau mendapat pelajaran bahwa ilmu itu tidak boleh bebas nilai. Mengapa ekonomi sekarang menciptakan jurang yang lebar antara si kaya dan si miskin? Karena sistem perekonomian yang dianut sekarang adalah sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme. Suatu sistem ekonomi yang hanya melihat keuntungan semata. Segala sesuatu diuangkan dengan paradigma modal yang sekecil-kecilnya harus mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Menurutnya, ilmu modern termasuk ilmu ekonomi yang dipandang bebas nilai telah melahirkan egoisme dan kesombongan.
Berikut Bincang bincang Al Khusyu dengan K.H Didin seputar Zakat
sebagai pembersihan jiwa, Di Universitas Ibnu Khaldun, dimana beliau menjabat
sebagai direktur program Pasca Sarjana.
Selain membersihkan harta, apa zakat dan Infaq bisa membersihkan
hati?
Kalau kita melihat surat At taubah tentang perintah zakat salah
satu hikmahnya adalah; membersihkan harta, membersihkan hati dan membersihkan
jiwa. Jadi sebenarnya kalau orang hartanya bersih sudah dikeluarkan zakatnya,
dan cara mendapatkannnya juga dengan cara yang halal, maka akan punya dampak
pada kebersihan hati, kebersihan jiwa. Sebab kalau orang tidak pernah berzakat
padahal dia sudah wajib, maka hatinya akan kotor, karena memakan kotoran kan.
Kalau hartanya kotor maka hatinya juga akan jadi kotor, hasut, dengki, iri
tidak pernah bersyukur, tapi kalau biasa membersihkan harta maka perilaku dan
jiwanya juga akan bersih. Jadi zakat itu selain membersihkan harta, sekaligus
juga membersihkan jiwa. Secara terminologisnya begitu.
Orang berzakat tapi kok tetap memiliki hati yang
keras tidak punya rasa sosial?
Ada berbagai sebab karena orang berzakat itu tergantung pada niat,
motivasinya dan juga tergantung pada hartanya. Jangan jangan harta yang
didapatkannya kurang bersih, kemudian dia berniat nanti saya bersihkan dengan
zakat, tentu itu implikasinya kurang maksimal terhadap hatinya. Atau dia
berzakat dengan asal asalan tidak ingin menyempurnakan. Karena yang namanya
zakat itu harus maksimal seperti berinfaq, kalau sudah berzakat secara maksimal
dan infaq dia lakukan insyaallah akan membersihkan hati akan menghilangkan
berbagai penyakit dan kotoran.
Kalau orang shalatnya khusyu, benar dan baik, saya yakin
perilakunya akan baik. Nah kenapa sekarang banyak orang shalat, ya korupsi, ya
berdusta, berbohong. Karena shalatnya juga sekedar menunaikan kewajiban, tidak
menjadikannya sebagai kebutuhan. Seperti kita butuh makan, kalau lapar, sudah
waktunya makan kan kita cari makanan, kalau tidak makan kita akan merasa ada
sesuatu yang kurang dan merasa lapar kan? Begitu juga harusnya shalat dan
beribadah yang lain. Kenyataannya banyak orang beribadah, tapi tidak ada
implikasi pada kehidupannya.
Jadi zakat juga menimbulkan rasa jujur?
Harusnya semua orang yang berzakat itu pasti memiliki sifat jujur,
karena dia menghitung sendiri hartanya tanpa ada tekanan dari pihak yang lain,
namun merasa khawatir kalau dia tidak jujur, masih tertinggal kotoran dalam
hartanya. Saya yakin kalau orang benar ibadahnya akan ada implikasi positif, sekarang
kenapa banyak orang beribadah, perilakunya begitu? karena memang tidak serius
dengan ibadahnya, tidak serius dengan zakatnya, tidak serius dengan shalatnya,
bahkan puasa juga melatih kejujuran. shalat pun melatih kejujuran, karena ada
yang maha di atas kita. Zakat juga demikian, jadi harta ini hanya alat saja,
bukan tujuan, tidak boleh kita menjadikan harta sebagai tujuan hidup. Jadi
kalau secara konsep, semua ibadah dalam Islam itu melahirkan kebersihan,
kejernihan hati dan kejujuran dalam hidup. Cuma realitasnya kan tidak begitu,
untuk orang bisa jujur itu kan ada berbagai macam.
Misalnya orang bisa jujur karena takut pada sistem yang dibangun,
orang biasanya jujur karena ada yang mengawasi. Jadi kehidupan di masyarakat
itu ikut menentukan, se-sholeh sholehnya orang secara pribadi dirumah, di
masjid, ketika dia keluar rumah berhadapan dengan sistem yang tidak jujur, maka
“hantu-hantu” ketidak jujuran itu mengepung, sehingga kadang orang kalah
secara pribadi. Oleh karena itu kejujuran itu tidak cukup hanya dilakukan
melalui pembiasaan shalat, puasa dan zakat dan ibadah yang lain. Tapi perlu
juga sistem yang jujur di bangun, perlu juga lingkungan dibangun, masyarakat
dibangun sehingga merupakan suatu kesatuan.
Bagaimana dengan masalah kemiskinan?
Karena orang miskinnya memang banyak, dan tidak selalu dengan
orang berzakat itu kemudian terjadi perubahan pada jumlah orang-orang miskin.
Karena zakat itu kan di berikan secara konsumtif, tidak di organisir. Harusnya
zakat itu berperan untuk mengatasi kemiskinan harus di orginisir dengan baik,
harus punya database orang miskin itu dimana saja, berapa jumlahnya, apa yang
harus dilakukan. Kan sekarang orang berzakat, berzakat saja, kalau diajak ke
baznas atau lembaga itu susah, karena mereka merasa afdolnya zakat itu
diberikan secara langsung, disamping itu peran pemerintah juga masih kurang
dalam mendukungnya.
Lantas apa yang dilakukan Baznas untuk itu?
Kita melakukan empat hal, pertama sosialisasi, edukasi, pendidikan
pada masyarakat bahwa zakat itu ibadah yang sangat penting, harus dilakukan,
sangat berpengaruh pada etos kerja, pada etika kerja, tapi zakat itu harus
disalurkan melalui amil yang amanah, siapapun amil yang amanah, supaya bisa
dikoordinasikan dengan baik, disampaikan dengan baik, tepat sasaran pada orang
yang berhak menerimanya.
Ketika zakat dilakukan sendiri, banyak orang kaya yang
mengumpulkan orang miskin di depan rumahnya, sampai ada yang meninggal.
Akhirnya yang di bahas di media koran, televisi bukan zakatnya, tapi yang
meninggalnya, akhirnya yang negatifnya yang muncul, bukan positifnya, kita kan
sangat sedih melihatnya. Yang kedua penguatan ke-amilan, jadi amil zakat itu
harus terpercaya, harus amanah, credible dan punya banyak waktu, tidak boleh
amil zakat itu sekedar sampingan. Ketiga pendayagunaan, sehingga zakat itu
betul betul bisa mencegah orang yang bodoh, menyehatkan orang yang sakit,
memberikan lapangan pekerjaan. Yang keempat harus bersinergi, makanya kita
bersinergi dengan semua pihak, para ustadz, kiyai dan ormas Islam.
Dengan situasi sekarang apa mungkin kita membangun
ekonomi syariah?
Kita harus optimis untuk membangun ekonomi syariah ini, walaupun
banyak tantangan dan waktunya lama. Tapi kita harus yakin, bedanya umat islam
itu dengan yang lain kan karena keyakinannya itu. Seperti sayalah dengan
zakat, banyak orang bilang zakat itu kan kecil dan susah, tapi saya yakin
seyakin-yakinnya hingga akhirnya seperti sekarang. Demikian pula dengan
ekonomi syariah sekarang bank syariah itu kan baru 3 koma sekian persen dibandingkan
bank konvenional tapi saya yakin akan berhasil.
Dari mana itu bisa dmulai?
Ya dari kecintaan umat pada lembaga itu, kita harus mendorong agar
umat berhijrah semuanya, kalau buka account bank itu buka pada bank Syariah,
bukan pada bank konvensional, begitu juga menabung dan bertransaksi gunakan
bank syariah. Bahwa ada kekurangan betul, tapi kita jangan melihat
kekurangannya, tapi lihat ini adalah bagian dari kita, bagian dari ummat. (Rafles
Rasyidin)
Posting Komentar