Halloween party ideas 2015

Al khusyu- Al-Qur’an memuat banyak sekali ayat-ayat doa, di antaranya doa-doa para orangtua yang terbukti bukan saja makbul (di kabulkan Allah) tapi juga dahsyat hasilnya. Itulah pentingnya bagi seseorang untuk menempuh berkilo - kilo meter untuk pulang kampung  atau mudik di saat hari raya Idul Fitri, bertemu orang tua di kampung halaman demi maaf dan doa orang tua. Namun kehebatan doa para orangtua tidak akan makbul begitu saja, ada hal-hal penting yang menjadi penentu diterima atau ditolaknya permohonan tersebut oleh Allah.

Pengalaman Berdoa

Masa kecil Nabi Ibrahim sebetulnya berlangsung pahit. Dia termasuk korban kekerasan dalam rumah tangga, terutama dari orangtuanya. Dalam jangka waktu yang panjang, Nabi Ibrahim harus menghadapi tekanan hebat dari bapaknya sendiri. Ayahnya yang bernama Azar bukan saja penyembah berhala, tapi juga menjadi pemahat patung yang disembah kaumnya.

Pertikaian akidah antara ayah dan anak itu malah berujung pengusiran. Ya, Nabi Ibrahim diusir dari rumah ayahnya karena menolak menyembah berhala. Sebagaimana diceritakan dalam surat Maryam ayat 46, yang artinya, “Berkata bapaknya (Azar), “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti (berdakwah), maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.”


Menghadapi ayah yang durhaka kepada Allah dan setelah mendapat vonis pengusiran, Nabi Ibrahim malah berkata dalam bingkai doa, seperti yang dijelaskan surat Maryam ayat 47-48, yang artinya, “Berkata Ibrahim, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia (Allah) sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.”

Sekalipun ditakdirkan mempunyai orangtua yang durhaka, walaupun melalui masa kecil nan suram, Nabi Ibrahim tidak menunjukkan kelemahan diri dengan menjadi sosok yang traumatis. Seperti banyak terdengar, para orangtua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya, setelah ditilik masa lalunya, ternyata mereka dulunya mengalami kejadian menyedihkan dari orangtuanya sendiri. Pengalaman disakiti oleh orangtua merasuk ke alam bawah sadarnya, lalu meskipun membenci masa lalunya ia pun melakukan kekerasan yang serupa terhadap anak-anaknya sendiri.

Tentunya bukan dari para orangtua macam Azar itu dapat diharapkan doa-doa yang memiliki kekuatan mukjizat. Bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan doa-doa dari orangtua yang durhaka kepada-Nya? Penjelasan ini bertujuan menjadi pondasi dalam memahami kedahsyatan doa Nabi Ibrahim sebagai orangtua yang baik. Pengalaman mendapatkan orangtua yang buruk, menjadikan dirinya berupaya menjadi lebih baik saat menjadi seorang ayah.

Doa Mustajabah

Nabi Ibrahim digelari sebagai Bapak Para Nabi, dimana nabi-nabi sesudahnya mulai dari Ismail dan Ishak, sampai ke nabi akhir zaman Nabi Muhammad merupakan keturunannya. Artinya, berkat kualitas dirinya sebagai orangtua (bapak), Allah mempercayakan benih Nabi Ibrahim menjadi pelanjut nabi-nabi utusan Tuhan.

Banyak sekali doa-doa Nabi Ibrahim dalam kapasitasnya sebagai orangtua yang dikabulkan Allah. Di saat rambutnya mulai ubanan dan tak kunjung dikaruniai anak, Nabi Ibrahim berdoa agar diberikan keturunan yang saleh. Hal ini dijelaskan surat Ash-Shaaffaat ayat 100, yang artinya, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”

Doa yang singkat itu muatannya amat padat, karena bukan sekedar permintaan dapat anak melainkan keturunan yang saleh. Doa ini dikabulkan Allah dengan memberikan anak melalui cara mukjizat, yaitu Ismail lalu disusul Ishak. Dua-dua nya anak yang saleh bahkan menjadi nabi utusan Tuhan mengikuti jejak bapak mereka.

Belum ada orangtua yang merasakan getirnya cobaan seperti yang dialami Nabi Ibrahim. Baru saja punya anak di usia tua, datang perintah Allah agar Ismail beserta ibunya Hajar diasingkan ke lembah yang kering kerontang tak berpenghuni, yang kemudian hari bernama Mekah. Dengan kekuatan iman, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Tuhan. Dia membekali anak istrinya dengan bait-bait doa, se­perti terangkum dalam surat Ibrahim ayat 35, yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”

Juga pada surat Ibrahim ayat 37, yang artinya, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya, Tu­han kami (yang demikian itu) agar me­reka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

Betapa agung dan bermutunya doa manusia suci seperti Nabi Ibrahim. Dalam kondisi kritis dan hati yang nestapa berpisah meninggalkan anak istri di gurun tak berpenghuni, ia masih menunjukkan kebesaran jiwa dalam doanya. Dia memohon agar Mekah menjadi negeri yang aman untuk anak keturunannya, agar keimanan mereka terpelihara dari kemusyrikan, terjaga ibadah shalatnya, terjalin pergaulan sosialnya sesama manusia dan barulah orangtua yang hebat itu mendoakan rezeki atau bahan makan­an, itupun agar mereka menjadi pandai bersyukur.

Itulah fase-fase doa yang patut ditiru para orangtua di jagat raya ini. Jangan sampai terbalik, justru yang pertama kali diminta dalam doa adalah soal urusan perut, padahal anak tidak dalam posisi kritis sama sekali. Hal yang tak kalah meng­agumkan, dalam doanya itu Nabi Ibrahim tidak egois hanya mendoakan untuk anak atau darah dagingnya saja tetapi berlaku untuk kesejahteraan bany­ak orang. Dalam doanya, Nabi Ibrahim tidak saja bertindak sebagai bapak dari Ismail, tetapi juga bapak dari bangsa yang akan tumbuh di Mekah dan sekitarnya.

Doa suci dari manusia yang suci dikabulkan pula oleh Zat Yang Maha Suci. Allah membayar lunas semua doa ikhlas Nabi Ibrahim; Ismail dan ibunya selamat dengan cara mukjizat, Mekah tumbuh pesat hingga kini bahkan akhir zaman, keamanan negeri itu terjaga, solidaritas sosialnya terpelihara dan perekonomiannya berkembang pesat.

Nabi Ibrahim pasti bukan satu-satunya orangtua yang doanya makbul di sisi Allah. Kita tidak akan pernah kehabisan fakta para orangtua saleh yang darinya mengalir keredaan Tuhan. Dan ternyata, orangtua hebat semacam Nabi Ibrahim itu mempunyai resep agar doanya makbul, di antaranya:

  • Menyucikan diri dari hal-hal yang dilarang Allah.
  • Membentuk diri sebagai pribadi yang ikhlas dan ihsan.
  • Memanjatkan doa yang bersifat hakikat, bukan materialistis atau pamrih
  • Memohonkan doa yang bermanfaat banyak bahkan abadi, bukan doa yang egois untuk manfaat per­orangan saja.


Jangan Tergantung

Orangtua yang baik tentunya mendoakan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan akan lebih baik lagi apabila para orangtua rajin mengevaluasi diri bila doa­nya tak kunjung dikabulkan Allah. Akan lebih dahsyat lagi jika para orangtua juga memperbaiki dirinya supaya doa-doa kebai­kan terhadap anak terwujud dalam kenyataan.

Hanya saja kesalehan orangtua juga bukan garansi keselamatan anak, bahkan doa dari orangtua yang saleh pun dapat ditolak Allah. Contohnya adalah Nabi Nuh yang mendoakan keselamatan untuk putera­nya Kan’an. Doanya itu ditolak Tuha­n, dan anaknya Kan’an yang durhaka tetap mati tenggelam dalam azab banjir besar. Seperti yang dikisahkan dalam sura­t Hud ayat 45, yang artinya, “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.”

Dari itu anak tidak bisa hanya menunggu berkah dari doa orangtua yang saleh sekalipun. Dapat disimpulkan, bahwa orangtua dan anak harus dalam level yang sama keimanannya agar doa dikabulkan Allah. Karena mustajab (diterima)-nya doa orangtua justru sangat berkaitan dengan kesalehan anak itu sendiri. Pada kasus Nabi Nuh, dia malah sampai ditegur keras oleh Allah agar tidak mendoakan puteranya yang jelas-jelas kafir.

Sebagaimana dijelaskan surat Hud ayat 46, yang artinya, “Allah berfirman, “Hai Nuh, sesungguhnya dia (puteramu itu) bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya adalah perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

Bayangkan! Nabi Nuh yang termasuk nabi berkualitas papan atas dengan level ulul azmi saja ditolak Allah doanya, karena memang bukan kapasitasnya mendoakan anak yang kafir pada Allah. Dari itu, jangan berharap banyak berkah doa dari kualitas orangtua yang pas-pasan, dan kondisinya makin susah tatkala anak­nya juga berkualitas iman yang payah. Karena doa itu merupakan upaya timbal balik antara orangtua dan anak.

Rahasia Doa

Para orangtua maupun anak-anaknya tidak sedikit pun boleh patah arang de­ng­an kedahsyatan doa. Sebetulnya ada rahasia doa agar tidak ditolak Allah. Doa itu memang hebat efeknya, dan dibutuhkan cara-cara yang hebat pula dalam mencapai makbulnya doa. Apabila ada orangtua atau anak yang mengeluh de­ngan doa yang tak kunjung dikabulkan Allah, maka pelajarilah rahasianya seperti berikut ini:

Seperti yang diutarakan Muhammad Khalilurrahman al-Mahfani dalam buku Keutamaan Doa & Dzikir Untuk Hidup Bahagia Sejahtera, tersebutlah seorang sufi yang saleh bernama Ibrahim bin    Adham (populer deng­an sebutan Abu Ishaq) dikelilingi orang ramai di pusat kota Basra­h, Irak. Mereka bertanya, “Wahai Abu Ishaq, Allah berfirman, “Mintalah olehmu sekalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan.” Dan kami telah satu tahun berdoa tetapi doa kami belum jua dikabulkan!” 

Jangankan doa orangtua, doa kebaik­an dari orang lain yang tak punya hubung­an darah pun amat diharapkan. Jangankan doa untuk anak sendiri, bahkan Islam memerintahkan supaya kita mendoakan segenap kaum muslimin dan muslimat. Namun jangan pula terjebak dalam doa yang sia-sia, dimana untaian panjang doa terus dipanjatkan tetapi tidak mendapat tempat di sisi Allah. Sepantasnya sosok Nabi Ibrahim dijadikan panutan, sebagai orangtua ia telah menunjukkan kapasitasnya, sebagai bapak bangsa ia telah membuktikan integritas dirinya. Semua itu tidak terlepas dari mukjizat doa yang dipanjatkannya. Keampuhan doa Nabi Ibrahim terasa hingga sekarang dan akhir zaman. Dan kita pun pantas meneladani­nya.(Yoli)



Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.