Al khusyu- Al-Qur’an memuat banyak
sekali ayat-ayat doa, di antaranya doa-doa para orangtua yang terbukti bukan
saja makbul (di kabulkan Allah) tapi juga dahsyat hasilnya. Itulah pentingnya
bagi seseorang untuk menempuh berkilo - kilo meter untuk pulang kampung atau mudik di saat hari raya Idul Fitri,
bertemu orang tua di kampung halaman demi maaf dan doa orang tua. Namun kehebatan
doa para orangtua tidak akan makbul begitu saja, ada hal-hal penting yang
menjadi penentu diterima atau ditolaknya permohonan tersebut oleh Allah.
Pengalaman Berdoa
Pengalaman Berdoa
Masa kecil Nabi Ibrahim
sebetulnya berlangsung pahit. Dia termasuk korban kekerasan dalam rumah tangga,
terutama dari orangtuanya. Dalam jangka waktu yang panjang, Nabi Ibrahim harus
menghadapi tekanan hebat dari bapaknya sendiri. Ayahnya yang bernama Azar bukan
saja penyembah berhala, tapi juga menjadi pemahat patung yang disembah kaumnya.
Pertikaian akidah antara ayah
dan anak itu malah berujung pengusiran. Ya, Nabi Ibrahim diusir dari rumah
ayahnya karena menolak menyembah berhala. Sebagaimana diceritakan dalam surat
Maryam ayat 46, yang artinya, “Berkata bapaknya (Azar), “Bencikah kamu kepada
tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti (berdakwah), maka niscaya
kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.”
Menghadapi ayah yang durhaka
kepada Allah dan setelah mendapat vonis pengusiran, Nabi Ibrahim malah berkata
dalam bingkai doa, seperti yang dijelaskan surat Maryam ayat 47-48, yang
artinya, “Berkata Ibrahim, “Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dia (Allah) sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan
diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa
kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada
Tuhanku.”
Sekalipun ditakdirkan
mempunyai orangtua yang durhaka, walaupun melalui masa kecil nan suram, Nabi
Ibrahim tidak menunjukkan kelemahan diri dengan menjadi sosok yang traumatis.
Seperti banyak terdengar, para orangtua yang melakukan kekerasan terhadap
anaknya, setelah ditilik masa lalunya, ternyata mereka dulunya mengalami
kejadian menyedihkan dari orangtuanya sendiri. Pengalaman disakiti oleh
orangtua merasuk ke alam bawah sadarnya, lalu meskipun membenci masa lalunya ia
pun melakukan kekerasan yang serupa terhadap anak-anaknya sendiri.
Tentunya bukan dari para
orangtua macam Azar itu dapat diharapkan doa-doa yang memiliki kekuatan mukjizat.
Bagaimana mungkin Allah akan mengabulkan doa-doa dari orangtua yang durhaka
kepada-Nya? Penjelasan ini bertujuan menjadi pondasi dalam memahami kedahsyatan
doa Nabi Ibrahim sebagai orangtua yang baik. Pengalaman mendapatkan orangtua
yang buruk, menjadikan dirinya berupaya menjadi lebih baik saat menjadi seorang
ayah.
Doa Mustajabah
Nabi Ibrahim digelari sebagai
Bapak Para Nabi, dimana nabi-nabi sesudahnya mulai dari Ismail dan Ishak,
sampai ke nabi akhir zaman Nabi Muhammad merupakan keturunannya. Artinya,
berkat kualitas dirinya sebagai orangtua (bapak), Allah mempercayakan benih
Nabi Ibrahim menjadi pelanjut nabi-nabi utusan Tuhan.
Banyak sekali doa-doa Nabi
Ibrahim dalam kapasitasnya sebagai orangtua yang dikabulkan Allah. Di saat
rambutnya mulai ubanan dan tak kunjung dikaruniai anak, Nabi Ibrahim berdoa
agar diberikan keturunan yang saleh. Hal ini dijelaskan surat Ash-Shaaffaat
ayat 100, yang artinya, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak)
yang termasuk orang-orang yang saleh.”
Doa yang singkat itu
muatannya amat padat, karena bukan sekedar permintaan dapat anak melainkan
keturunan yang saleh. Doa ini dikabulkan Allah dengan memberikan anak melalui
cara mukjizat, yaitu Ismail lalu disusul Ishak. Dua-dua nya anak yang saleh bahkan
menjadi nabi utusan Tuhan mengikuti jejak bapak mereka.
Belum ada orangtua yang
merasakan getirnya cobaan seperti yang dialami Nabi Ibrahim. Baru saja punya
anak di usia tua, datang perintah Allah agar Ismail beserta ibunya Hajar
diasingkan ke lembah yang kering kerontang tak berpenghuni, yang kemudian hari
bernama Mekah. Dengan kekuatan iman, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Tuhan.
Dia membekali anak istrinya dengan bait-bait doa, seperti terangkum dalam
surat Ibrahim ayat 35, yang artinya, “Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah),
negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah
berhala-berhala.”
Juga pada surat Ibrahim ayat
37, yang artinya, “Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya,
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Betapa agung dan bermutunya
doa manusia suci seperti Nabi Ibrahim. Dalam kondisi kritis dan hati yang
nestapa berpisah meninggalkan anak istri di gurun tak berpenghuni, ia masih
menunjukkan kebesaran jiwa dalam doanya. Dia memohon agar Mekah menjadi negeri
yang aman untuk anak keturunannya, agar keimanan mereka terpelihara dari
kemusyrikan, terjaga ibadah shalatnya, terjalin pergaulan sosialnya sesama
manusia dan barulah orangtua yang hebat itu mendoakan rezeki atau bahan makanan,
itupun agar mereka menjadi pandai bersyukur.
Itulah fase-fase doa yang
patut ditiru para orangtua di jagat raya ini. Jangan sampai terbalik, justru
yang pertama kali diminta dalam doa adalah soal urusan perut, padahal anak
tidak dalam posisi kritis sama sekali. Hal yang tak kalah mengagumkan, dalam
doanya itu Nabi Ibrahim tidak egois hanya mendoakan untuk anak atau darah
dagingnya saja tetapi berlaku untuk kesejahteraan banyak orang. Dalam doanya,
Nabi Ibrahim tidak saja bertindak sebagai bapak dari Ismail, tetapi juga bapak
dari bangsa yang akan tumbuh di Mekah dan sekitarnya.
Doa suci dari manusia yang
suci dikabulkan pula oleh Zat Yang Maha Suci. Allah membayar lunas semua doa
ikhlas Nabi Ibrahim; Ismail dan ibunya selamat dengan cara mukjizat, Mekah
tumbuh pesat hingga kini bahkan akhir zaman, keamanan negeri itu terjaga,
solidaritas sosialnya terpelihara dan perekonomiannya berkembang pesat.
Nabi Ibrahim pasti bukan satu-satunya orangtua yang doanya makbul di sisi
Allah. Kita tidak akan pernah kehabisan fakta para orangtua saleh yang darinya
mengalir keredaan Tuhan. Dan ternyata, orangtua hebat semacam Nabi Ibrahim itu
mempunyai resep agar doanya makbul, di antaranya:
- Menyucikan diri dari hal-hal yang dilarang Allah.
- Membentuk diri sebagai pribadi yang ikhlas dan ihsan.
- Memanjatkan doa yang bersifat hakikat, bukan materialistis atau pamrih
- Memohonkan doa yang bermanfaat banyak bahkan abadi, bukan doa yang egois untuk manfaat perorangan saja.
Jangan Tergantung
Orangtua yang baik tentunya mendoakan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan
akan lebih baik lagi apabila para orangtua rajin mengevaluasi diri bila doanya
tak kunjung dikabulkan Allah. Akan lebih dahsyat lagi jika para orangtua juga
memperbaiki dirinya supaya doa-doa kebaikan terhadap anak terwujud dalam
kenyataan.
Hanya saja kesalehan orangtua juga bukan garansi keselamatan anak, bahkan
doa dari orangtua yang saleh pun dapat ditolak Allah. Contohnya adalah Nabi Nuh
yang mendoakan keselamatan untuk puteranya Kan’an. Doanya itu ditolak Tuhan,
dan anaknya Kan’an yang durhaka tetap mati tenggelam dalam azab banjir besar.
Seperti yang dikisahkan dalam surat Hud ayat 45, yang artinya, “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil
berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya
janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.”
Dari itu anak tidak bisa hanya menunggu berkah dari doa orangtua yang saleh
sekalipun. Dapat disimpulkan, bahwa orangtua dan anak harus dalam level yang
sama keimanannya agar doa dikabulkan Allah. Karena mustajab (diterima)-nya doa
orangtua justru sangat berkaitan dengan kesalehan anak itu sendiri. Pada kasus
Nabi Nuh, dia malah sampai ditegur keras oleh Allah agar tidak mendoakan
puteranya yang jelas-jelas kafir.
Sebagaimana dijelaskan surat Hud ayat 46, yang artinya, “Allah berfirman, “Hai Nuh, sesungguhnya dia
(puteramu itu) bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya adalah perbuatan yang tidak baik.
Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan
termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”
Bayangkan! Nabi Nuh yang termasuk nabi berkualitas papan atas dengan level ulul
azmi saja ditolak Allah doanya, karena memang bukan kapasitasnya mendoakan
anak yang kafir pada Allah. Dari itu, jangan berharap banyak berkah doa dari
kualitas orangtua yang pas-pasan, dan kondisinya makin susah tatkala anaknya
juga berkualitas iman yang payah. Karena doa itu merupakan upaya timbal balik
antara orangtua dan anak.
Rahasia Doa
Para orangtua maupun anak-anaknya tidak sedikit pun boleh patah arang dengan
kedahsyatan doa. Sebetulnya ada rahasia doa agar tidak ditolak Allah. Doa itu
memang hebat efeknya, dan dibutuhkan cara-cara yang hebat pula dalam mencapai
makbulnya doa. Apabila ada orangtua atau anak yang mengeluh dengan doa yang
tak kunjung dikabulkan Allah, maka pelajarilah rahasianya seperti berikut ini:
Seperti yang diutarakan Muhammad Khalilurrahman al-Mahfani dalam
buku Keutamaan Doa & Dzikir Untuk Hidup Bahagia Sejahtera,
tersebutlah seorang sufi yang saleh bernama Ibrahim bin Adham (populer dengan sebutan Abu Ishaq)
dikelilingi orang ramai di pusat kota Basrah, Irak. Mereka bertanya, “Wahai
Abu Ishaq, Allah berfirman, “Mintalah olehmu sekalian kepada-Ku niscaya Aku
kabulkan.” Dan kami telah satu tahun berdoa tetapi doa kami belum jua
dikabulkan!”
Jangankan doa orangtua, doa kebaikan dari orang lain yang tak punya hubungan
darah pun amat diharapkan. Jangankan doa untuk anak sendiri, bahkan Islam
memerintahkan supaya kita mendoakan segenap kaum muslimin dan muslimat. Namun
jangan pula terjebak dalam doa yang sia-sia, dimana untaian panjang doa terus
dipanjatkan tetapi tidak mendapat tempat di sisi Allah. Sepantasnya sosok Nabi
Ibrahim dijadikan panutan, sebagai orangtua ia telah menunjukkan kapasitasnya,
sebagai bapak bangsa ia telah membuktikan integritas dirinya. Semua itu tidak
terlepas dari mukjizat doa yang dipanjatkannya. Keampuhan doa Nabi Ibrahim
terasa hingga sekarang dan akhir zaman. Dan kita pun pantas meneladaninya.(Yoli)
Posting Komentar