Alkhusyu - TIba di
Surabaya senja hari selalu menjadi momen mengesankan karena suhu mulai turun,
terlebih keindahan kota pahlawan ini semakin mengagumkan berkat pertumbuhan
taman-taman kota yang kian pesat. Sedianya wartawan majalah Al-Khusyu’ hendak
bertemu ketua Shalat Center (SC) Surabaya, Ustadz Abdul Azis. Sayang yang
bersangkutan ada keperluan di Palu, dan alhamdulillah Iman Irikora yang
menjabat wakil ketua berkesempatan mendampingi. Sembari berkeliling kota, maka
tersingkaplah kegiatan seru serta berbagai hal-hal menarik di SC Surabaya.
Memulai
Khusyu’
“Awal
mulanya, sebelum mengikuti pelatihan shalat khusyu’, saya masih buta aksara
Al-Qur’an. Lalu saya mulai belajar mengenal huruf hijaiyyah dengan marbot
masjid. Alhamdulillah empat kali pertemuan sudah bisa pindah langsung membaca
Al-Qur’an. Lalu saya memutuskan belajar sendiri. Saya merasakan Al-Qur’an itu
hidup. Allah memberi hidayah dengan memberikan keinginan untuk belajar,” ungkap
Iman Irikora membuka percakapan.
Pada tahun
2004, Iman Irikora ingin naik haji, tapi yang terpikir justru pertanyaan yang
muncul di benaknya, adakah panduan untuk shalat khusyu’? Awaluddin
ma’rifatullah, pangkal pertama dalam beragama adalah mengenal Allah, tapi
selama ini yang diajarkan fikih amalan tanpa dikenal siapa yang disembah.
Kegamangan itulah yang lebih dulu dicarinya jawaban yang menenangkan.
Tuhan memang
sudah membimbingnya ke jalan yang tepat. Pas, ketika pergi ke toko buku ia
melihat sebuah buku bersampul biru dengan judul Pelatihan Shalat Khusyu’ karya
Abu Sangkan. Riko, begitu ia akrab dipanggil, mengatakan pelatihan shalat
khusyu’ pertama kali di Surabaya digelar pada bulan Mei 2005. Pelatihan yang
diperuntukkan bagi kelas eksekutif itu digelar pada sebuah hotel. Pada pelatihan
yang kedua, dia pun mengikuti training shalat khusyu’. “Saya malah tidak
paham penjelasan Ustadz Abu Sangkan, tetapi saya merasakan indahnya
melaksanakan shalat. Lalu saya juga melatih diri puasa sunnah, juga lancar
tanpa rasa lapar,” kenangnya.
Sejak itu
pula Iman Irikora menjadi dekat dengan komunitas Shalat Center, karena dia
berkali-kali menjadi panitia pelatihan shalat khusyu’. “Saya ikut pelatihan
yang kedua di Masjid Nurul Iman. Usai pelatihan, manajer Abu Sangkan yang juga
teman lama saya mengajak terlibat terus dalam pelatihan-pelatihan berikutnya.”
Gelar
Kegiatan
Berikutnya,
pelatihan-pelatihan shalat khusyu’ menjadi rutin diadakan dengan mengandalkan
trainer-trainer lokal asal Surabaya. Mereka tentunya sudah aktif di Shalat
Center. Contohnya, pelatihan rutin di
setiap minggu ke tiga di masjid Pertamina. Rata-rata pelatihan shalat khusyu’
tersebut berlangsung sehari penuh dengan jumlah peserta berkisar 100-200 orang.
Shalat Center (SC) Surabaya tampaknya mulai kebanjiran order, dan dengan
bersemangat meladeni masjid-masjid maupun instansi-instansi yang meminta
pelatihan shalat khusyu’, seperti pelatihan di masjid Bank Indonesia, Surabaya.
Di samping
itu, untuk syiar yang bertujuan mencapai jangkauan lebih besar, juga
diselenggarakan acara tabligh akbar di Masjid Agung Surabaya dengan peserta
mencapai 8.000 orang pada tahun 2008. Acara-acara yang diadakan SC Surabaya
semakin semakin semarak dan bervariasi, bahkan kini juga diadakan pelatihan
haji kepada Allah. Sebuah model pelatihan yang bukan saja tentang kegiatan
berhaji tetapi menangkap hakikat makna haji mabrur.
Kegiatan
rutin lainnya pengajian halaqah tiap minggu di Masjid Sier Rungkut. Halaqah
itu lebih kepada pertemuan untuk berbagi pengalaman tentang apa yang dirasakan
atau yang dialami. Dengan halaqah ini, sama-sama merasakan betapa lebih
mudah berbagi tentang khusyu’. Dialog maupun diskusi yang akrab dan terbuka
akan sangat membantu dalam mencapai khusyu’ yang berkualitas. Halaqah juga
amat berguna dalam menjaga silaturahmi alumni peserta pelatihan shalat khusyu’,
anggota maupun pengurus SC Surabaya.
Tentu saja
kegiatan demi kegiatan itu belum membuat pengurus SC Surabaya berpuas diri.
Mereka berniat melakukan sesuatu yang lebih menyentuh ke dalam prikehidupan
masyarakat umum. Insyallah ke depan akan berkembang kepada kegiatan
kemanusiaan seperti bakti sosial, karena sejauh ini hal-hal macam itu lebih
dilakukan secara pribadi saja, tentu akan lebih bagus kalau dilaksanakan secara
terorganisir.
Memikat
Peserta
Apabila
sejumlah organisasi berupaya mengikat anggotanya, maka SC Surabaya lebih
menekankan usaha memikat para peserta. Setiapkali pelatihan shalat khusyu’,
maka panitia akan menyebar kuisioner kepada seluruh peserta. Tetapi setelah
dihubungi lagi, rata-rata mereka tidak bisa datang atau malah enggan mengikuti
kegiatan SC Surabaya berikutnya. Relatif sedikit saja para peserta yang mau
datang lagi memenuhi undangan.
Riko bersama
rekan-rekan SC Surabaya berinisiatif mendatangi mereka satu persatu dan
bertanya apa masalahnya? “Rasanya sama saja dengan pelatihan lain. Saat
training ada rasa, tapi begitu di rumah rasa itu malah hilang,” jawab mereka.
Mereka
berpikir khusyu itu harus selalu gemetar dan menangis dalam shalat. Padahal
afek khusyu’ akan lebih terasa khususnya adalah perubahan dalam sikap
seseorang. Dari itu, SC Surabaya lebih aktif melakukan aksi jemput bola, satu
persatu ditemui lalu diarahkan supaya mereka tidak terpesona hanya dengan rasa.
“Yang terpenting ada tidak perubahan dalam diri? Apakah dulu suka marah, apa
sekarang sudah berkurang?” ungkap Riko.
“Ya, ada
perubahan,” jawab mereka. Pemahaman itulah yang membuat mereka dapat terpikat
dalam kegiatan berikutnya. Soal rasa dalam shalat khusyu’ atau apapun akan
berbeda-beda pada setiap orang. Namun dengan memahami efek perubahan diri, maka
akan terasa manfaat yang lebih besar terhadap pola hidup. Dan itulah perubahan
yang paling baik.
Saat menutup
percakapan, Riko menyadari hingga mengatakan, “Mereka yang rajin shalat menjadi
orang yang istiqamah dalam kegiatan-kegiatan Shalat Center.” (Yoli)
Posting Komentar