Alkhusyu - Hadits Qudsi yang agung ini diriwayatkan oleh Bukhari,
Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Baihaqi yang
bersumber dari Ibnu ‘Auf. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Khairithi dan
Al-Khatib yang bersumber dari Abu Hurairah.
Hadits
ini mengandung pesan betapa pentingnya menghubungkan tali silaturahmi.
Karena itulah, cinta dan keridhaan Allah sangat dipengaruhi oleh sikap kita
dalam memaknai arti silaturahmi. Ada dua sikap manusia terhadap makna silaturahmi
ini.
Pertama, washlul-rahiim, yaitu menghubungkan silaturahmi dengan
cara berbuat baik. Berbuat baik ini semisal diwujudkan dengan membantu,
menolong, membahagiakan, atau menyantuni kaum kerabat dan orang-orang yang ada
di sekitarnya.
Kedua, qath’ur-rahiim, yaitu memutuskan silaturahmi dan tidak
menyayangi kaum kerabat dan orang yang dekat dengan kita. Memutuskan tali silaturahmi
misalnya bisa diwujudkan dalam bentuk tidak mau bertegur sapa, menahan
kebaikan, atau menyakiti, baik dengan fisik maupun ucapan verbal.
Dalam
hal ini, Rahmat Allah hanya akan mengalir untuk golongan pertama yang selalu washlul-rahiim.
Sebaliknya, murka Allah akan teruntukkan bagi golongan kedua. “Tidak akan masuk
syurga orang yang memutuskan silaturahmi,” demikian sabda Rasulullah SAW dalam Muttafaqun
‘Alaihi.
Kata
‘rahim’ diambil dari nama Allah, diciptakan-Nya dengan kekuasaan-Nya sendiri,
dan kedudukannya ditempatkan pada kedudukan tertinggi. Kata rahim adalah
kutipan asma’ Allah, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahiim, yang berasal dari
kata rahmah yang bermakna kasih sayang. Dari sini terlihat bahwa rahim
pada hakikatnya adalah ‘pecahan’ dari sifat Rahman dan Rahim Allah SWT yang
terdapat dalam Asma’ul Husna.
Kekuatan
Silaturahmi
Silaturahmi dapat menimbulkan
kekuatan mental (mental power) yang berlipat-lipat, seperti halnya
sebuah lidi yang tergabung menjadi satu yang dinamakan sapu lidi yang kuat dan
kokoh. Di dalam silaturahmi, kekuatan ini diperkuat dengan kekuatan
‘rahmi’ dari masing masing individu yang menjalin silaturahmi. Sebagai
contoh, seorang ibu yang memiliki pancaran kuat (‘rahmi’ yang kuat kepada bayinya)
akan menyebabkan si ibu itu mampu memiliki kekuatan menggendong anak selama
berjam-jam. Bandingkan dengan ketika menggendong anak tetangga, pasti
kekuatannya berbeda. Kalau diibaratkan silatun itu adalah kabel dan
‘rahmi’ adalah arus listrik, maka dalam silaturahmi yang menentukan power
bukanlah ‘pertemuan’-nya, tapi kasih sayangnya. Bukan kabelnya, tapi arus
listriknya.
Bersilaturahmi
kepada orang orang yang mengasihi dan menyayangi kita akan menimbulkan kekuatan
yang lebih besar dibandingkan kepada orang-orang yang tidak memiliki kasih
sayang kepada kita. Namun kepada mereka yang tidak memiliki kasih sayang kepada
kita ini, kita bisa mengambil inisiatif terlebih dahulu. Kita bisa memulainya
dengan memberikan kasih sayang dengan bersilaturahmi tanpa harus menunggu orang
lain memberikan kasih sayangnya untuk kita.
Dengan
terlebih dahulu memulai silaturahmi kepada orang lain, ini akan
memberikan keseimbangan (balancing), yaitu orang lain pun akan mengasihi
kita dengan sepadan sebagai balasan. Ketika akhirnya proses saling mengasihi
itu terjadi, akan muncullah kekuatan-kekuatan baru yang saling susul-menyusul.
Kekuatan-kekuatan baru ini tumbuh karena kita telah mengambil prakrasa (memulai
atau menjadi inisiator) untuk memberikan kasih sayang kepada orang lain
terlebih dahulu tanpa harus menunggu.
Dan,
sesuatu yang menarik adalah bahwa kekuatan silaturahmi ini tidak hanya
berupa kekuatan yang bersifat mental saja. Kekuatan ini bisa meluas menjadi
kekuatan fisik, psikis, sosial, finansial (ekonomi), dan bahkan spiritual. Ada
satu hadits yang relevan dengan laku silaturahmi ini, yakni:
”Barangsiapa
yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi”. Hadits ini membuktikan dengan sangat nyata
bahwa kekuatan silaturahmi dapat memanjangkan umur (sehat fisik dan
psikis) dan umurpun dipanjangkan (menarik rizki).
Silaturahmi dengan Orang Tua
Silaturahmi yang memiliki kekuatan paling besar adalah silaturahmi kepada
orang yang memiliki kasih sayang sangat besar kepada kita. Sosok yang memiliki
kekuatan kasih sayang (rahmi) yang sangat besar kepada kita ––tentu, tidak lain
adalah orang tua kita. Lebih khusus adalah ibu. Hubungan kita dengan ibu telah
dimulai sejak dalam kandungan. Ketika kita belum lahir saja, energi silaturahmi
ibu sudah dialirkan dalam diri kita. Ini membuat kekuatan silaturahmi
dengan seorang ibu sangatlah kuat. Menjaga silaturahmi dengan orang tua,
membuat kasih sayang ibu mampu meresonansi kehidupan kita, nasib kita,
kebahagiaan kita, bahkan jumlah rizki yang kita terima. Semakin baik kita dalam
menjaga silaturahmi dengan orang tua, maka akan semakin besar kebahagiaan yang
kita rasakan dalam hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang
tua adalah prioritas utama yang menjadi target silaturahmi kita. Lantas,
bagaimanakah caranya? Cara yang bisa kita lakukan adalah dengan selalu membuat
hati orang tua kita senang. Semakin besar kita memancarkan kasih sayang kita
kepada orang tua dengan berbuat baik kepadanya, maka pancaran kasih sayang yang
kita terima pun akan semakin besar. Membawakan makanan kesukaan orang tua
ketika berkunjung ke rumah orang tua, sebagai misal, akan mampu memancarkan the
power of silaturahmi yang sangat dahsyat. Jika orang tua sudah tidak mampu
bekerja lagi, maka jaminlah kehidupannya dengan mengirimkan uang dalam jumlah
yang cukup.
Sungguh, demi Allah, ini adalah sesuatu sangat luar biasa.
Hidup kita akan berubah 180 derajat, nasib kita akan berubah, dan kebahagiaan
hidup kita akan bertambah-tambah dan berlipat-lipat. Terutama sekali, rejeki
untuk kita akan muncul dari sumber atau jalan yang tidak pernah kita
sangka-sangka dan dengan jumlah yang tidak pernah kita duga.
Bagi para ulama sufi, orang tua adalah keramat
yang ‘status’ keramatnya melebihi ‘status’ wali manapun. Karena doa orang tua
memiliki the power of silaturahmi yang sangat besar. Kekuatan kasih sayang
orang tua inilah yang mampu menembus Rahman dan Rahiim Allah SWT, sehingga
pintu langit akan terbuka dan apa yang dimintakan oleh orang tua kepada
anaknya, pasti dikabulkan oleh Allah SWT.
Karena
kedahsyatan energi dari silaturahmi ini, maka kekuatan kasih sayang ini
sebaiknya kita besarkan ‘arus listrik’nya agar mampu menerangi jalan hidup
kita. Dengan membuat hati orang tua kita bahagia, happy, maka kita telah
memperbesar ‘arus listrik’ itu. Dengan arus yang besar itu, akan menyebabkan
masalah-masalah kita selesai, rejeki menjadi lancar, hutang-hutang lunas, sial
berubah menjadi beruntung, keluarga menjadi lebih bahagia dan harmonis.
‘Pesugian’ (harta/kekayaan, Jawa) yang bisa membuat kaya adalah orang
tua. Karena itulah, beruntunglah jika kita diamanahi oleh Allah untuk merawat
orang tua di masa tuanya. [sp]
*Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS), Pemerhati pendidikan karakter berbasis spiritual islam
Posting Komentar