Al khusyu-
Tapi Kenapa di mulainya dari Yogya Ustad?
Tapi Kenapa di mulainya dari Yogya Ustad?
Yogya bagi
saya punya sejarah, mirip sejarah ketika Rasulullah memilih orang-orang kota
Madinah dulu, bukan Mekkah. Mekkah hampir sama dengan Jakarta, pusat
perdagangan, keras, nafsi - nafsi sulit untuk berbicara dengan kelembutan,
jadi sulit untuk membangun awalnya di Jakarta, jadi mulai dari yang mudah dulu.
Yang mudah diajak bicara itu orang Yogya
yang karakteristiknya sudah lembut macam orang Madinah. Saya tidak perlu
membina, sulit-sulit mengajak mereka untuk berprilaku baik, hormat terhadap
orang tua atau lebih tua, tutur katanya lebih santun.
Bahkan
kesantunan mereka sudah jadi standart international, kalau datang ke hotel
manapun, standarnnya adalah orang Yogya. Suka tidak suka, sakit hati tidak
sakit hati dia harus tetap sopan. Anda sebagai receptionist mau orang yang
datang itu pemarah, orang tidak suka, harus tersenyum. Tapi itu terpaksa, ya
harus terpaksa, harus kita lakukan, karena hadist nabi pun mengatakan; sil
man qatha’a waakhsin ila man asaa laik sambungankan yang terputus
walaupun dia tidak suka sama kamu, tetaplah berbuat baik walaupun dia tidak
baik sama kamu. Sikap seperti ini, mungkin dibangun di Yogyakarta oleh para
ulama zaman dulu, para wali. Karena ulama zaman dulu di Yogya maupun Solo itu
dibentuk oleh aspek spritual sufistik. Ternyata hikmahnya digunakan disuatu
perusahaan manapun, Corporate Mistic manapun, ia melakukan hal-hal dan sikap
seperti itu, walaupun tidak suka tetap tersenyum, walaupun dia memusuhi dia
tetap menghormati dan seterusnya.
Akhirnya
betul setelah dari Yogya mereka datang berkali-kali, bertemu orang Yogya, kita
yang Surabaya terpengaruh juga, yang dari Jakarta pun begitu. Sekarang ditambah
Yogya secara fisik, tapi rohani dibangun dari dalam, jadi tidak Yogya sentris
sehingga hanya phisickly, tapi sekarang Yogya yang didalamnya ada cahaya.
Ternyata terpengaruh semuanya, sehingga karakteristik orang shalat khusyu
hampir sama. Walaupun terbuka dengan saling bercanda, namun tetap santun tetap
ada saling komunikasi. Akhirnya kita tidak bisa bedakan mana Batak, mana
Minang, mana Aceh, mana Jawa, Surabaya, Madura hampir sama karakteristiknya,
yaitu kelembutan yang muncul dari dalam, tanpa harus menghilangkan Bataknya,
tanpa menghilangkan Minangnya, tidak menghilangkan Maduranya.
Walaupun
suaranya lebih lantang, tapi terasa kelembutan keluar dari mulutnya, walaupun
orang Aceh misalnya yang lebih keras bicaranya tapi ada rasa sentuhan
kelembutannya, jadi keras itu hanya ungkapan intonasi saja, namun ada
kelembutan yang keluar. Jadi orang Yogya pun tidak kaget lagi mendengar suara
oprang Surabaya, orang Madura. Terasa ada kelembutan keimanan yang luar biasa.
Dan sekarang mulailah kita bergerak di Jakarta, uzlah KBH Surabaya dan di semua
daerah mulai bergerak sejak diawali di Yogyakarta itu.
Masing-masing
wilayah sudah mulai paham, semangatnya semakin tinggi karena manfaatnya sudah
terasa. Betapa enaknya kita punya saudara banyak, mempunyai hati yang sama
bergetar ketika menyebut nama Allah. Betapa indahnya kita bertemu dengan orang
Surabaya yang bergetar hatinya, bertemu orang Padang, Aceh, Medan, Lampung, Palembang.
Benar benar terasa dikumpulkan oleh ketakwaan yang sama, tidak ada lagi
pemisahan suku bangsa,tapi ketakwaannya itu luar biasa. Kita sudah bisa
buktikan berbeda beda suku dan bangsa tapi ketakwaan itu yang menyebabkan kita
satu. Jadi Indonesia harusnya disatukan oleh ketakwaan bukan dengan kesukuan
atau kekabilahan- kabilahan.
Sekarang
kita dengan Malaysia saja, berbeda bangsa, tapi hati bergetar sama, itulah
indahnya. Jadi betul Bhineka Tunggal Ika itu,harusnya diikat oleh ketakwaan
(Ketuhanan Yang maha Esa) agar lebih dahsyat. Nah kita Indonesia saat ini sudah
menyimpang jauh, karena kesatuan itu diikat dengan kesukuan, kamu suku Jawa,
kamu suku Minang, kamu suku ini segala macam, makin lama makin mengeras dan
mengental rasa kesukuannnya. Jadi seharusnya di ikat oleh Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusian yang adil dan beradab dan seterusnya. jadi betul betul kembali
ke Indonesia pada asalnya.
Nah kita
akan bikin kampung ini bergerak menjadi kota, bergerak menjadi propinsi dan
bergerak menjadi Negara tanpa merubah NKRI. Kita hanya membantu pemeritah
melalui gerakan rohani. Tetaplah jadi
Minang, tetaplah jadi Batak dan lainnya, tapi ketakwaan inilah yang menjaga
persatuan kita. Kalau suku kita di Ambon disakiti, semua merasakan sakit. Jadi
kesatuannnya itu di Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan persatuan indonesia yang disatukan dengan bahasa. Oke lah kalau
bahasa untuk sarana berkomunikasi tapi kalau tanpa getaran rohani, tanpa
getaran ketuhahanan (spritual) negara akan acak acakan carut marut dan seterusnya.
Akibatnya nanti akan rebutan materi, rebutan jadi presiden, rebutan ini rebutan
itu segala macam.
Selain
dengan zikir apa yang bisa mendatangkan
cahaya itu.?
Amalan
soleha, faman kaana yarju hiqaa rabbi fal ya’mal amalan sholeha,
barang siapa yang ingin berjumpa dan mendekat dengan Allah maka perbanyak
amalan soleha, orang bersedekah itu melembutkan hati, meluruhkan hati dan
meluruhkan kemarahan Allah, memadamkan cobaan, memadamkan bala dan seterusnya.
Ada banyak amalan soleha. Jadi tidak hanya berzikir saja, kalau berzikir saja
belum tentu bisa menghancurkan ( inkitsar). inktisar itu
hancurnya hati, ketika ingat pada Allah hatinya lunak. Banyak orang berzikir
tapi hatinya tidak lunak karena tidak seimbang antara berzikir dengan amalan
soleha, tidak ada amalan sosial, berzakat pun sulit, berinfaq sulit, maka zikir
kayak apapun hatinya justru makin mengeras dan makin sombong dia.
Nah disini
kawan kawan ini sudah mulai ada memberikan zakatnya, membagikan rezkinya.
Karena berkaitan wamima razaqa na hun yun fiqun, berinfag itu
zikir yang sangat berat. Tapi kalau berhasil melewati zikir yang berat ini,
seperti sedekah, memberikan yang di kita lebih, memperhatikan fakir miskin maka
itu akan sangat melembutkan, itu yang paling hebat, paling besar sekali pengaruhnya
terhadap perjalanan rohaninya. Saya perhatikan kawan-kawan yang hatinya
melepaskan hartanya dengan keikhlasan, zikirnya makin melembutkan, ada ruangan-ruangan
yang semakin tidak bisa di tiru oleh orang lain.
Yang pertama
zikir, kedua amalan soleha, ketiga ilmu, kalau tidak ada ilmunya dia tidak bisa
menembus dimensi kerohanian, sehingga dia stack, ketika dia stack getaran tidak pernah turun, maka mengeras
hatinya. Lambat laun dia akan pergi
keluar dari kelompok zikir ini, karena sudah tidak merasa nyaman duduk di
tempat ahli zikir. Gelisah terus, lama lama pergi mencari selain Allah, mencari
guru lagi dan lain lain. Padahal seharusnya sudah bisa terbuka bathinnya ketika
berzikir pada Allah. Mau cari kemana lagi, cahaya itu bukan datang dari orang,
tapi dari Allah dan itu bisa diminta,
Ya allah buka hati saya nauwil qolbi....nawil qolbi....terangkan
hati saya...terangkan hati saya.
Makanya nabi
mengatakan ada empat hal yang terjadi pada manusia yang tertutup hatinya,
pertama dalam do’anya nabi megatakan;
khawatir orang banyak ilmu tetapi tidak bermanfaat, tidak membuka rohaninya.
Orang kadang kadang semakin banyak ilmunya, saya lihat makin tidak khusyu,
makin banyak mencari ilmu kadang kadang malah tertutup. Itu ilmu yang tidak
manfaat. Cukup satu saja tapi terbuka.
Yang kedua
punya hati tidak khusyu, orang tidak khusyu itu tidak menangkap riqah, getaran
yang diturunkan oleh Allah, sakinah yang diturunkan ketika berzikir. “Sudah
zikir pak Abu berkali kali kok hati saya
tidak tenang-tenang?” Berarti hatinya kan kotor, alaa hidzrillahi
tath mainnul qulub, hanya dengan zikir hatimu tenang, hatimu akan
bahagia karena allah turunkan Ku walladzi anzalassakinaha fii quluubil
mu’minin liyazadaadu ilmanan ma’a iimannihim. Jadi zikir itu
menimbulkan ketenangan dan diturunkan oleh Allah kepada hati orang yang beriman
dan akan bertambah.
Jika anda
berzikir dalam halaqah tapi tidak bertambah tambah, berarti hatinya di tutup
Allah tidak diturunkan ketenangan, makanya dia akan pergi. Karena sudah tidak
nyaman lagi datang ke halaqah, tidak nyaman lagi dalam majelis ilmu karena
hatinya membatu, keras, tidak ada cahaya, ini yang akan pasti lari. Tapi kalau
yang merasakan tenang, damai luar biasa, dia makin kuat, mau diajak jam berapa
pun halaqah dia pasti datang dengan segera.
Yang ketiga
kata nabi aku berlindung dari nafsu yang tidak pernah puas. Nanti akan lari
kesini, kalau hatinya sudah mengeras dia tidak puas puas, berbuat baik...jahat
lagi, berbuat baik...jahat lagi. Dia akan nikmat datang kediskotik, dia akan
nikmat datang nonton sepak bola, main golf, main catur, memancing dan lainnya.
Dia merasa itu nikmat melebihi zikir, akhirnya zikir di tinggal. Nikmatnya
lebih kepada dunia. Makanya ketika diajak halaqah, ia lebih memilih mendatangi
majelis majelis yang lain.
Kelima
akibatnya, do’anya tidak dikabulkan, maka ketika dia berdo’a gagal terus.
Ketika datang ke majelis dia punya harapan ingin menyelesaikan masalah. Ketika
berdo’a tidak dapat-dapat, akhirnya ditinggalkan majelis itu, halaqah
ditinggalkan, karena tujuannya dalam berzikir hanya mau berdo’a, tapi sama
Allah ditutup. Begitu ditutup sama Allah dia cari keluar dari Allah. Dan
akhirnya musyrik, mencari dukun atau alternatif. Alternatif itu boleh jadi
namanya ustad, padahal bukan ustad, tapi dukun.
Posting Komentar