Al khusyu-Uzlah
Nasional di Shalat Center Indonesia, Jati Bening kemarin menurut saya termasuk
uzlah yang di ikuti oleh paling banyak SC daerah, kurang lebih ada sekitar lima
puluh kota termasuk dari Malaysia. Jadi sangat lengkap pesertanya dan sangat punya
semangat tinggi. Ini kelihatan sekali sejak pendaftaran, mau berangkat dan
meluangkan waktu untuk belajar dan mendekat pada Allah. Dan semangat ini pula
yang membedakan dengan uzlah-uzlah sebelumnya, apalagi waktunya yang panjang,
biasanya satu malam saja. Artinya peserta ini benar benar menyediakan waktunya
untuk acara ini.
Dalam uzlah
in yang disampaikan pak Abu, tentang proses pembersihan diri, perjalanan jiwa
dan bagaimana proses untuk berdialog dengan Allah untuk menangkap ilham.
Proses-proses itu dijelaskan cukup detail, latihan-latihannnya juga banyak.
Karena waktunya panjang, jadi relatif lebih santai tidak terlalu memaksakan dan
ngotot. Jadi ada konsep, ada teori, ada latihannnya sehingga kita bisa tahu dan
merasakan seperti apa seharusnya proses itu.
Tapi untuk
bisa sendiri harus dilatih lagi ditempat masing masing, artinya kita sudah bisa
merasakan tapi masih ikutan istilahnya, ada yang memotivasi ada yang
membimbing. Untuk bisa sendiri itu harus dilatih sendiri secara bersama sama.
Makanya pak abu menyarankan untuk tiap daerah harus ada sepuluh orang, jadi
bisa berlatih bersama sama di daerah masing masing. Kalau ada beberapa orang
kan semangat, kalau yang satu lupa yang lain mengingatkan, kalau satu salah
yang lain
memberitahu.
Nah karena
itu harus bikin kelompok kecil, rutin ketemu dengan mengadakan halaqah,
sehingga lama-lama bisa mahir, tahu dan hafal jalannya, sehingga bisa menangkap
ilham. Jadi ke Allah-Nya
tidak lagi dengan emosi, yang justeru malah membuat
tertutup, yang kita tangkap justeru emosi kita sendiri. Seperti dalam uzlah
kemaren itu, juga dijelaskan dimana suka kesasarnya orang; karena masih banyak
pikiran, banyak emosi.
Jadi dengan
uzlah ini sangat membantu proses kita untuk semakin dekat ke Allah. Kita hanya
bisa mendekat, datang ke Allah kalau kita bisa memprioritaskan Allah,
meninggalkan berbagai keduniawian. Tapi kalau kita masih mikir nanti kerjaan
saya gimana?, ongkosnya ke Jakarta mahal sekali? Wah saya enggak sempat. Itu
malah yang akan jadi penghambat perjalanan kita, karena masih mikir atau
menomor dua kan Allah.
Kalau kita
lihat para nabi, sebelum menjalani kenabian juga melakukannya. Kayak Nabi Musa
di bukit Tursina selama 40 hari, Nabi Muhammad di gua Hira. Jadi memang perlu
ada suatu kekuatan diri untuk meninggalkan semua yang kita punya dan senangi,
untuk berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Kalau itu tidak bisa, apalagi
hanya beberapa hari saja, ya berat. Hampir mirip juga dengan itikaf. Di bulan
Ramadhan kita berpuasa kan tidak makan tidak minum, artinya sudah meninggalkan
sesuatu yang kita senangi. Terus di sepuluh hari terakhir kita diminta ke
masjid, meninggalkan berbagai kegiatan, meninggalkan keluarga. Jadi menurut
hemat saya bagian proses pelajaran Ustad Abu sangkan ya harus uzlah memang.
Sejak Januari 2003 hingga sekarang, sudah sepuluh tahun
saya mengikuti pelajaran Ustad Abu, tidak pernah putus atau berhenti dulu lalu
aktif lagi. Saya melihat kian lama pengajaran Pak Abu yang menggunakan
referensi kitab - kitab lama ulama besar zaman dulu itu, pijakan Al Qura’an,
hadis dan sunnahnya semakin kuat dan jelas, artinya secara keilmuan bisa
dipertangungjawabkan.
Dulu kalau
mendekat ke Allah itu kita seakan ngotot dan susah. Sekarang ini kita hanya
perlu berserah diri, mengikuti kemana Allah menuntun kita, kemana Allah
membimbing kita seperti orang buta minta dituntun. Jadi jangan kita ngotot,
mengatur mesti begini begitu. Ternyata setelah lama belajar, mendekat dan
mengenal Allah itu mudah ternyata. Tapi karena ketidak tahuan, merasa tidak
percaya sebegitu mudahnya, malah mencari yang sulit.
Jadi ilmu
yang Ustad Abu Sangkan sampaikan ini, menurut saya ilmu yang hebat, yang
sekarang ini sudah langka. Sekarang semua muridnya sudah merasakan, dimana
pengajaran ini bisa merubah pribadi kita menjadi pribadi dan iman yang kuat.
Jadi sayang kalau hanya dipakai sendiri, saya rasa ada baiknya untuk
menyebarkannnya, paling tidak pada saudara dan keluarga dan orang dekat kita.
Tidak perlu
menyebarkannya dengan promosi, tapi tunjukan dalam sikap kehidupan keseharian
kita.
Dalam beragama itu kelihatan hidup kita bahagia, kalau punya masalah
bisa menyelesaikannya dengan mudah tanpa mengeluh, suka membantu sesama,
menunjukan akhlak yang baik pada lingkungannya dan amanah. Apa yang
diperintahkan oleh Allah, menjadi ciri-ciri orang beriman seperti yang
ditunjukan para sahabat, maka tunjukan itu. Kemudian niatkan dengan kuat buat
halaqah.
Halaqah itu
enaknya, kita seperti teman, tidak ada suatu pola. Kayak ngobrol saja. Misalnya
kalau ada yang tanya, kita jawab dengan bahasa sehari hari. Jadinya santai, kalau ceramah kan lain, kita
set dulu materinya. Jadi kita bisa
ajarkan orang itu seperti yang dia butuhkan, nanti apa yang dia kurang bisa
kita perbaiki, ya sharing-lah.
Dan kita bisa menyampaikan apa yang kita rasakan, misalnya kalau sujud
itu rasanya seperti ini. Jadi halaqah itu hanya menyampaikan apa yang kita
rasakan saja. Dan ternyata yang datang juga ustad-ustad yang sebenarnya ilmunya
juga lebih tinggi dari saya, tapi karena yang kita sampaikan itu logis, apa
yang kita sampaikan ada dan jelas dasar dasar hukumnya, ya mereka bisa terima.
Karena
mereka juga tahu saya bukan ustad, jadi ekspectasi-nya sudah
disesuaikan, malah dulu itu saya gondrong. Tapi begitu ngobrol, latihan mereka
bisa terima, tidak banyak pertanyaan lagi. Jadi halaqah itu simple, kita hanya
perlu kemauan kuat dan menyediakan waktu. Kalau tempat kan gampang, di ruang
tamu, di teras rumah juga bisa, tidak perlu panitia, hanya perlu teh atau kopi
ditambah gorengan sudah beres. Dan hubungan kita dengan teman teman halaqah itu
dekat sekali, beda dengan tabliq akbar yang datang selesai bubar.
Dulu saya
punya keterbatasan untuk bicara, tidak pandai ngomong, tidak punya dasar ilmu
agama yang banyak. Tapi karena waktu itu betul - betul pengen, saya siapkan
dan niatkan betul bikin halaqah. Awalnya yang datang cuma satu orang, tapi
karena saya terus komitmen dengan waktu yang saya sediakan, akhirnya ramainya
juga yang datang. Karena dengan waktu yang tetap itu jamaah juga jadi tahu dan
mudah untuk menyesuaikan waktunya. Jadi jangan takut membentuk halaqah, hanya
karena kita tidak pintar ngomong, karena disini kita hanya sharing dan bertukar
pikiran dan pengalaman.(Rafles Rasyidin)
Posting Komentar