Halloween party ideas 2015

Al khusyu-Uzlah Nasional di Shalat Center Indonesia, Jati Bening kemarin menurut saya termasuk uzlah yang di ikuti oleh paling banyak SC daerah, kurang lebih ada sekitar lima puluh kota termasuk dari Malaysia. Jadi sangat lengkap pesertanya dan sangat punya semangat tinggi. Ini kelihatan sekali sejak pendaftaran, mau berangkat dan meluangkan waktu untuk belajar dan mendekat pada Allah. Dan semangat ini pula yang membedakan dengan uzlah-uzlah sebelumnya, apalagi waktunya yang panjang, biasanya satu malam saja. Artinya peserta ini benar benar menyediakan waktunya untuk acara ini.

Dalam uzlah in yang disampaikan pak Abu, tentang proses pembersihan diri, perjalanan jiwa dan bagaimana proses untuk berdialog dengan Allah untuk menangkap ilham. Proses-proses itu dijelaskan cukup detail, latihan-latihannnya juga banyak. Karena waktunya panjang, jadi relatif lebih santai tidak terlalu memaksakan dan ngotot. Jadi ada konsep, ada teori, ada latihannnya sehingga kita bisa tahu dan merasakan seperti apa seharusnya proses itu.

Tapi untuk bisa sendiri harus dilatih lagi ditempat masing masing, artinya kita sudah bisa merasakan tapi masih ikuta­n istilahnya, ada yang memotivasi ada yang membimbing. Untuk bisa sendiri itu haru­s dilatih sendiri secara bersama sama. Maka­nya pak abu menyarankan untuk tiap daerah harus ada sepuluh orang, jadi bisa berlatih bersama sama di daerah masing masing. Kalau ada bebera­pa orang kan semangat, kalau yang satu lupa yang lain mengingatkan, kalau satu salah yang lain 
memberitahu.

Nah karena itu harus bikin kelompok kecil, rutin ketemu dengan mengadakan halaqah, sehingga lama-lama bisa mahir, tahu dan hafal jalannya, sehingga bisa menangkap ilham. Jadi ke Allah-Nya 
tidak lagi dengan emosi, yang justeru malah membuat tertutup, yang kita tangkap justeru emosi kita sendiri. Seperti dalam uzlah kemaren itu, juga dijelaskan dimana suka kesasarnya orang; karena masih banyak pikiran, banyak emosi.

Jadi dengan uzlah ini sangat membantu proses kita untuk semakin dekat ke Allah. Kita hanya bisa mendekat, datang ke Allah kalau kita bisa memprioritaskan Allah, meninggalkan berbagai keduniawian. Tapi kalau kita masih mikir nanti kerjaan saya gimana?, ongkosnya ke Jakarta mahal sekali? Wah saya enggak sempat. Itu malah yang akan jadi penghambat perjalanan kita, karena masih mikir atau menomor dua kan Alla­h.

Kalau kita lihat para nabi, sebelum menjalani kenabian juga melakukannya. Kayak Nabi Musa di bukit Tursina selama 40 hari, Nabi Muhammad di gua Hira. Jadi memang perlu ada suatu kekuatan diri untuk meninggalkan semua yang kita punya dan senangi, untuk berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Kalau itu tidak bisa, apalagi hanya beberapa hari saja, ya berat. Hampir mirip juga dengan itikaf. Di bulan Ramadhan kita berpuasa kan tidak makan tidak minum, artinya sudah meninggalkan sesuatu yang kita senangi. Terus di sepuluh hari terakhir kita diminta ke masjid, meninggalkan berbagai kegiatan, meninggalkan keluarga. Jadi menurut hemat saya bagian proses pelajaran Ustad Abu sangkan ya harus uzlah memang.


Sejak Januari  2003 hingga sekarang, sudah sepuluh tahun saya mengikuti pelajaran Ustad Abu, tidak pernah putus atau berhenti dulu lalu aktif lagi. Saya melihat kian lama pengajaran Pak Abu yang menggunakan referensi kitab - kitab lama ulama besar zaman dulu itu, pijakan Al Qura’an, hadis dan sunnahnya semakin kuat dan jelas, artinya secara keilmuan bisa dipertangungjawabkan.

Dulu kalau mendekat ke Alla­h itu kita seakan ngotot dan susah. Sekarang ini kita hanya perlu berserah diri, mengikuti ke­mana Allah menuntun kita, kemana Allah membimbing kita seper­ti orang buta minta dituntun. Jadi jangan kita ngotot, mengatur mesti begini begitu. Ternyata setelah lama belajar, mendekat dan mengenal Allah itu mudah ternyata. Tapi karena ketidak tahuan, merasa tidak percaya sebegitu mudahnya, malah mencari yang sulit.

Jadi ilmu yang Ustad Abu Sangkan sampaikan ini, menurut saya ilmu yang hebat, yang sekarang ini sudah langka. Sekarang semua muridnya sudah merasakan, dimana pengajaran ini bisa meru­bah pribadi kita menjadi pribadi dan iman yang kuat. Jadi sayang kalau hanya dipakai sendiri, saya rasa ada baiknya untuk menyebarkannnya, paling tidak pada saudara dan keluarga dan orang dekat kita.
Tidak perlu menyebarkannya dengan promosi, tapi tunjukan dalam sikap kehidup­an keseharian kita. 

Dalam ber­agama itu kelihatan hidup kita bahagia, kalau punya masalah bisa menyelesaikannya dengan mudah tanpa mengeluh, suka membantu sesama, menunjukan akhlak yang baik pada lingkungannya dan amanah. Apa yang diperintahkan oleh Allah, menjadi ciri-ciri orang beriman seper­ti yang ditunjukan para sahabat, maka tunjukan itu. Kemudian niatkan dengan kuat buat halaqah.

Halaqah itu enaknya, kita seperti teman, tidak ada suatu pola. Kayak ngobrol saja. Misalnya kalau ada yang tanya, kita jawab dengan bahasa sehari hari.  Jadiny­a santai, kalau ceramah kan lain, kita set dulu materinya.  Jadi kita bisa ajarkan orang itu seperti yang dia butuhkan, nanti apa yang dia kurang bisa kita perbaiki, ya sharing-lah.  Dan kita bisa menyampaikan apa yang kita rasakan, misalnya kalau sujud itu rasanya seperti ini. Jadi halaqah itu hanya menyampaikan apa yang kita rasakan saja. Dan ternyata yang datang juga ustad-ustad yang sebenarnya ilmunya juga lebih tinggi dari saya, tapi kare­na yang kita sampaikan itu logis, apa yang kita sampaikan ada dan jelas dasar dasar hukumnya, ya mereka bisa terima.

Karena mereka juga tahu saya bukan ustad, jadi ekspectasi-nya sudah disesuaikan, malah dulu itu saya gondrong. Tapi begitu ngobrol, latihan mereka bisa terima, tidak banyak pertanyaan lagi. Jadi halaqah itu simple, kita hanya perlu kemauan kuat dan menyediakan waktu. Kalau tempat kan gampang, di ruang tamu, di teras rumah juga bisa, tidak perlu panitia, hanya perlu teh atau kopi ditambah gorengan sudah beres. Dan hubungan kita dengan teman teman halaqah itu dekat sekali, beda dengan tabliq akbar yang datang selesai bubar.

Dulu saya punya keterbatasan untuk bicara, tidak pandai ngomong, tidak punya dasar ilmu agama yang banyak. Tapi karena waktu itu betul - betul penge­n, saya siapkan dan niatkan betul bikin halaqah. Awalnya yang datang cuma satu orang, tapi karena saya terus komitmen dengan waktu yang saya sediakan, akhir­nya ramainya juga yang datang. Kare­na dengan waktu yang tetap itu jamaah juga jadi tahu dan mudah untuk menyesuaikan waktunya. Jadi jangan takut membentuk halaqah, hanya karena kita tidak pintar ngomong, karena disini kita hanya sharing dan bertukar pikiran dan pengalaman.(Rafles Rasyidin)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.