Al khusyu- Begini
ceritanya, dulu saya setiap hari Minggu mengajar tafsir Ibnu Abbas di
pesantren Al Ihya di Bogor, nah salah satu yang suka belajar tafsir itu Ustad
Abu Sangkan. Ya, Alhamdulillah akhirnya sekarang bisa ketemu lagi, jadi bisa saling
mendo’akan. Saya juga bersyukur dan bangga punya ustad-ustad seperti Ustad Abu
sangkan, Yusuf mansyur, Arifin Ilham, Ari Ginandjar juga. Ustad Arifin Ilham
itu setiap lebaran kesini ngobrol, Yusuf Mansyur juga begitu, Ari Ginandjar
juga.
Saya memang senang sekali dengan mereka anak muda yang maju, bukan justru membenci mereka karena akan menyaingi, tapi justru ini adalah aset yang harus kita bangun bersama, yang harus kita majukan bersama dan harus kita ingatkan juga kalau melakukan kesalahan. Begitu juga ustad Abu sangkan, saya jadi bagian dari mereka sekarang ustad-ustad muda ini, saya cinta sekali pada mereka- mereka para da’i muda ini.
Saya memang senang sekali dengan mereka anak muda yang maju, bukan justru membenci mereka karena akan menyaingi, tapi justru ini adalah aset yang harus kita bangun bersama, yang harus kita majukan bersama dan harus kita ingatkan juga kalau melakukan kesalahan. Begitu juga ustad Abu sangkan, saya jadi bagian dari mereka sekarang ustad-ustad muda ini, saya cinta sekali pada mereka- mereka para da’i muda ini.
Mengenai pengajaran shalat khusyu’nya, Ya mudah mudahan saja akan
berhasil baik. Namanya juga usaha untuk memperbaiki ibadah masyarakat, kan
kalau shalat itu bagus, juga akan bagus perilaku orangnya. Sekarang saya juga
punya santri yang hampir mirip dengan ustad Abu Sangkan, dan itu saya dorong saya
bantu supaya maju, karena metode dakwah sekarang ini kan harus bervariasi.
Kalau ada yang mengatakan sesat atau bid’ah, Itu kadangkala karena
orang yang bicara belum tahu saja, kalau dia sudah tahu betapa indahnya apa
yang disampaikan ustad Abu Sangkan, saya kira tidak akan ada masalah. Karena
di kita ini ada kebiasaan menilai orang dalam waktu singkat tanpa dia mendalami
apa yang disampaikan. Aliran sesat itu, adalah kalau gurunya tidak mau
bersilaturahmi, gurunya merasa benar sendiri, itu rata rata begitu. Tapi kalau
gurunya mau mendengar, mau bersilahturahmi, kalau seandainya pun nanti ada
kesalahan, bisa di hilangkan atau diperbaiki kesalahan itu.
Menurut saya Khusyu itu tidak tergesa-gesa, tenang, dihayati,
kecuali dalam berjamaah, ya lihat situasi dan kondisi tentunya. Rasulullah itu
kalau shalat kan sampai bengkak kakinya ketika shalat, itu kan menggambarkan
betapa shalatnya itu indah dan dihayati. Jadi saya kira kita terbiasa dengan
pendekatan syah atau tidak. Yang penting syah shalat saya, apakah shalat saya
lama atau cepat.
Makanya banyak orang kalau shalat begitu cepatnya, yang
penting syah, Allah kan tidak rewel kata mereka. Kalau begitu kan susah, siapa
yang bilang Allah rewel, Cuma betul apa tidak? coba saja lihat kalau
tarawihan, kadang satu nafas dari Bismillahiromanirahim sampai waladdholim,
apakah benar begitu shalat? Kalau syah, syah mungkin. Tapi kan hasilnya tidak
membekas, kita tidak dapat merasakan indah dan nikmatnya shalat, ini kan harus
dibangun.
Saya kira ustad Abu Sangkan dan ustad yang lain itu, menghadirkan
kenikmatan dalam beribadah, ustad Yusuf mansyur, menghadirkan kenikmatan dalam
berinfaq, ustad Arifin menghadirkan kenikmatan dalam berzikir, pak Ari
Ginandjar menghadirkan kenikmatan ketika kita beriman kepada Allah. Saya kira
dengan jumlah yang bervariasi ini kalau disatukan akan dahsyat, luar biasa.
Makanya saya tidak pernah melihat perbedaan, selama orang dengan para kiyai mau
bersilahturahmi dan bisa diajak bicara, itu berarti ajarannya benar. Karena
kalau aliran sesat itu, gurunya susah di koreksi tidak mau bergaul. (Rafles)
Posting Komentar